Leadership yang mengubah harapan indah menjadi peta kerja yang jelas Sebuah lembaga pendidikan dan dakwah memiliki visi yang seringkali bersifat luhur dan utopis, terangkai indah dalam diksi-diksi surgawi: "Mencetak Generasi Qur'ani," "Menggapai Ridha Ilahi," atau "Menyebar Rahmat bagi Semesta." Namun, leadership yang efektif tidak berhenti pada keindahan visi tersebut. Tantangan terbesar seorang pemimpin nirlaba adalah menjembatani jurang antara idealitas visi langit dengan realitas aksi di bumi, yaitu mengubah misi dakwah dan pendidikan menjadi target program yang jelas dan terukur agar dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholders dan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dikotomi Antara Visi Rabbaniyyah dan Visi Ijtihadiyyah
Visi sebuah lembaga Islam memiliki dua dimensi utama yang harus disinergikan, yaitu dimensi Rabbaniyyah (spiritual) dan dimensi Ijtihadiyyah (manajerial). Dimensi Rabbaniyyah mencakup tujuan akhir yang bersifat spiritual, seperti ridha Allah, keberkahan, dan tsawab (pahala). Sedangkan dimensi Ijtihadiyyah mencakup langkah-langkah praktis dan terukur yang dilakukan manusia di dunia.
Jika visi hanya ditekankan pada dimensi Rabbaniyyah, target program kerja cenderung bersifat abstrak, sulit dievaluasi, dan sering mengabaikan efisiensi waktu serta dana. Sebaliknya, jika hanya fokus pada dimensi Ijtihadiyyah, ruh pengabdian dan kualitas ihsan akan hilang. Oleh karena itu, tugas kepemimpinan manajerial adalah menciptakan framework yang mampu meninggikan nilai Rabbaniyyah dan mengkonversinya menjadi metrik yang mudah dibaca.
Dalam dunia korporasi, dikenal metodologi seperti OKR (Objectives and Key Results) atau SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Namun, dalam konteks lembaga Islam, kerangka ini harus disaring melalui filter syariat, sehingga hasilnya adalah target yang tidak hanya profesional tetapi juga berbasis iman. Dengan demikian, visi yang bersifat spiritual dapat diubah menjadi target program yang jelas dan terukur.
OKR (Objectives and Key Results) merupakan metode yang digunakan untuk menetapkan tujuan dan hasil kunci yang ingin dicapai. Ini seperti membuat peta jalan untuk mencapai tujuan besar. Tujuan yang dibikin adalah deskripsi yang jelas dan menantang, tetapi juga realistis. langkah-langkah spesifik yang akan membantu Anda mencapai tujuan tersebut. Dengan OKR, pimpinan Lembaga bisa melacak kemajuan dengan lebih baik dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil membawa Lembaga lebih dekat ke tujuan Anda.
Sementara SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) merupakan metode yang membantu Lembaga menetapkan tujuan yang lebih efektif. Kita bisa mengaplikasikan metode SMART pada sekolah untuk meningkatkan jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga….
- S: Specific (Spesifik)
Meningkatkan jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yang fokus pada pembentukan skill dan akhlak - M: Measurable (Dapat Diukur)
Untuk membuat tujuan ini dapat diukur, kita perlu menentukan angka atau persentase tertentu. Misalnya, "Meningkatkan jumlah siswa yang terlibat sebesar 30%, didukung oleh peningkatan score penilaian akhlak 10% yang dilakukan wali murid dan guru monitoring” - A: Achievable (Dapat Dicapai)
Pastikan tujuan ini realistis dan dapat dicapai. Misalnya, jika saat ini hanya 50% siswa yang terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka meningkatkan menjadi 80% dalam satu tahun mungkin terlalu ambisius. Sebaliknya, meningkatkan menjadi 65% dalam satu tahun mungkin lebih realistis. - R: Relevant (Relevan)
Tujuan ini harus relevan dengan visi dan misi yayasan pendidikan dan dakwah. Misalnya, jika visi yayasan adalah "Membentuk generasi muda yang berilmu dan berakhlak mulia," maka meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukan karakter dan keterampilan sosial sangat relevan. - T: Time-bound (Batas Waktu)
Setiap tujuan harus memiliki batas waktu yang jelas. Misalnya, "Meningkatkan jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler sebesar 30% dalam satu tahun akademik."
Dengan menggunakan metode SMART, yayasan pendidikan dan dakwah dapat merencanakan dan mencapai tujuan mereka dengan lebih efektif dan terukur.
Baik OKR maupun SMART adalah alat yang sangat berguna untuk membantu mencapai tujuan dengan lebih efektif. Dengan menggunakan metode ini, bisa dilakukan perencanaan terhadap langkah-langkah yang lebih jelas dan terukur untuk mencapai visi besar.
Dampak (Outcome dan Impact) Selaras dengan Misi
Target program yang baik dalam lembaga nirlaba seperti Yayasan harus melampaui sekadar output (misalnya, jumlah buku yang dicetak atau jumlah pertemuan majelis). Target harus berfokus pada Dampak (Outcome dan Impact) yang selaras dengan misi lembaga. Dua pilar utama yang memastikan keselarasan ini adalah konsep Mīzān dan Ihsān.
1. Al-Mīzān (Timbangan) dalam Penetapan Target
Al-Mīzān berarti timbangan atau keadilan. Dalam konteks manajerial, ini adalah prinsip keseimbangan dan ketepatan. Setiap target yang ditetapkan harus adil dalam alokasi sumber daya, realistis untuk dicapai oleh unit terkait, dan jujur dalam pengukuran. Ini menjauhkan kepemimpinan dari sikap ghuluw (berlebihan) dan tafrīṭ (meremehkan).
Penerapan Manajerial: Target program harus memiliki benchmarking yang jelas. Mīzān memastikan bahwa dana donatur dialokasikan secara adil dan terukur untuk mencapai hasil yang maksimal.
2. Metrik Al-Ihsān (Keunggulan) dalam Pengukuran Kualitas
Ihsān berarti berbuat baik pada tingkat keunggulan tertinggi, seolah-olah anda melihat Allah, atau jika Anda tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihat anda. Dalam manajemen nirlaba, target tidak hanya harus dicapai, tetapi harus dicapai dengan kualitas terbaik (keunggulan), bukan asal jalan.
Ihsān mengubah fokus dari pertanyaan "Berapa banyak anak yang lulus?" menjadi "Seberapa baik kualitas lulusan dalam hal karakter dan pemahaman agama?"
Ini adalah proses leadership yang mengubah harapan indah menjadi peta kerja yang jelas. Kepemimpinan yang mampu menetapkan metrik ini berarti pemimpin tersebut telah menguasai manajemen akuntabilitas sekaligus menjaga integritas spiritual misi nirlaba.
Penutup
Menerjemahkan visi yang Rabbaniyyah menjadi target yang Ijtihadiyyah bukanlah sekadar tugas administratif, melainkan inti dari Leadership yang profesional dan Islami. Tanpa target yang jelas dan terukur, visi hanya akan menjadi puisi indah tanpa daya ungkit. Dengan menerapkan prinsip Al-Mīzān (keseimbangan dan keadilan) dan metrik Al-Ihsān (keunggulan kualitas), seorang pemimpin memastikan bahwa setiap usaha dan dana yang dikeluarkan di lembaga telah maksimal, dan pada akhirnya, layak untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Rabbul 'alamin dan umat yang ada. Marilah kita wujudkan visi lembaga kita menjadi aksi nyata yang berdampak dan berkualitas tinggi.
Referensi:
- Huang, C. S., & El-Rayes, K., London (2013). "Quantitative framework for measuring performance of construction project managers using SMART goals and fuzzy logic." Construction Management and Economics, 31(6), 635–649. https://doi.org/10.1080/01446193.2012.750726
- Junaidi, Ahmad. 2021. Pengukuran Kinerja Organisasi Nirlaba Berbasis Prinsip Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 8. No. 1.
- Mustofa, Syafi'i. 2019. Manajemen Strategis Lembaga Pendidikan Islam: Konsep Visi dan Misi. Tesis Doktor: UIN Jakarta.
Penulis:
Jundi Sukarna, M.Pd., M.M.
(Bidang Pendidikan Yayasan Al Madinah Surakarta)