Khotbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا يَلِيْقُ بِجَلَالِ وَجْهِهِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لَا نَبِيَ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ:
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ اللَّهُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Kaum muslimin rahimakumullah....
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan amal perbuatan kita. Nikmat Allah kepada kita begitu besar, tak terhitung jumlahnya. Maka marilah kita senantiasa bersyukur kepada-Nya. Karena Allah Ta’ala telah berjanji dengan firman-Nya:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Bersyukur tidak hanya dengan lisan, tapi juga dengan ketaatan dan ketundukan kepada Allah. Dan di antara wujud ketaatan yang paling utama adalah menjaga takwa, karena kemuliaan seorang hamba di sisi Allah diukur dengan ketakwaannya. Kemudian Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarga beliau, para sahabat, serta seluruh umatnya yang setia meniti jalan sunnah hingga akhir zaman.
Kaum muslimin rahimakumullah....
Di antara bentuk ketakwaan yang paling nyata adalah menjaga shalat — tiang agama dan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam. Ia bukan sekadar kewajiban, tetapi merupakan tiang utama agama, penentu baik buruknya amal, dan jalan menuju surga bagi setiap hamba yang menjaganya. Syariat kita yang mulia menjelaskan tentang tingginya kedudukan shalat dalam agama Islam, yang di antaranya adalah:
1. Shalat Merupakan Amalan Pertama yang Akan Dihisab.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإنْ صَلُحَتْ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ، وَإنْ فَسَدَتْ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
“Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali dihisab di hari Kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya bagus, maka ia beruntung dan sukses, dan jika shalatnya rusak, maka ia menyesal dan rugi.” (HR. Tirmidzi, no. 413).
Bayangkan, jamaah sekalian — di hari yang menegangkan itu, saat semua manusia menunggu keputusan Allah, yang pertama kali diperiksa bukanlah harta, jabatan, atau amal sosial kita, melainkan shalat. Maka siapa yang shalatnya baik, seluruh amal lainnya akan baik. Tapi siapa yang shalatnya rusak, seluruh amalnya terancam ikut rusak.
2. Shalat adalah Tiang Agama Islam
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2616)
3. Shalat adalah Kunci Menuju Surga
Jamaah yang dirahmati Allah…
Shalat juga merupakan jalan utama menuju surga bagi orang-orang yang menjaga dan menghargainya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
“Allah telah mewajibkan lima shalat kepada manusia. Barangsiapa melaksanakannya dengan baik dan tidak meremehkannya, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud no. 1420 dan Ibnu Majah no. 1401).
Betapa besar karunia Allah — hanya dengan menjaga lima waktu shalat, seorang hamba bisa mendapatkan jaminan surga. Asalkan ia tidak menganggap remeh, menunda-nunda, atau meninggalkannya.
4. Ancaman Bagi yang Meninggalkan Shalat
Namun sebaliknya, jamaah sekalian….
Allah juga telah menjelaskan dengan tegas ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat. Dalam Al-Qur’an, Allah menceritakan dialog antara penghuni surga dan penghuni neraka:
مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ (42) قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ (43)
“Apa yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab: ‘Kami dahulu bukan termasuk orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al-Muddatsir: 42–43)
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan dalam tafsirnya:
قَالُوا (يَعْنِي أَهْل النَّار): "لَمْ نَكُ مِنْ الْمُصَلِّينَ" أَيْ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يُصَلُّونَ
“Penduduk neraka berkata “Kami dulu (di dunia) bukan termasuk orang yang mengerjakan shalat”, maksudnya: kami dulu bukan termasuk orang-orang yang beriman yang mengerjakan shalat. (Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an: 19/238)
5. Celaka Bagi yang Menyia-nyiakan Waktu Shalat
Saudaraku kaum muslimin, Allah juga memperingatkan dalam firman-Nya:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah setelah mereka generasi yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu, maka mereka akan menemui kebinasaan.” (QS. Maryam: 59)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa “menyia-nyiakan shalat” di sini berarti melaksanakan shalat di luar waktunya — menunda-nunda, bermalas-malasan, atau shalat dengan asal-asalan.
Beliau juga mengatakan bahwa “al-ghayya” yang disebutkan dalam ayat itu adalah:
نَهْرٌ فِي جَهَنَّمَ خَبِيْثُ الطَّعْمِ بَعِيْدُ الْقَعْرِ
Sungai di neraka jahannam dengan makanan yang buruk dan dasar yang dalam. (Tafsir Ath-Thobari: 15/572).
Demikian pula Allah berfirman dalam surat Al-Ma’un:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ (4) الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ (5)
“Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai terhadap shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4–5)
Ibnu Mas’ud menjelaskan, maksudnya adalah orang yang lalai terhadap waktunya, bukan orang yang meninggalkan shalat sama sekali — sebab yang meninggalkan lebih berat lagi dosanya. (Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an: 18/ 256).
Wahai saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah,
Begitu pentingnya shalat dalam kehidupan seorang muslim. Ia adalah penentu nasib kita di akhirat. Ia cahaya di dunia, penenang hati, dan sebab turunnya keberkahan hidup.
Maka marilah kita memperbaiki shalat kita — tepat waktu, khusyuk, dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jangan sampai kesibukan dunia membuat kita lalai dari kewajiban terbesar ini. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang menjaga shalat dengan istiqamah, hingga kelak termasuk golongan yang disebut dalam firman-Nya:
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (34) اُولٰۤىِٕكَ فِيْ جَنّٰتٍ مُّكْرَمُوْنَ (35)
“Dan orang-orang yang selalu memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan dimuliakan di surga.” (QS. Al-Ma’arij: 34–35)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khotbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَإِخْوَانِهِ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dengan mereka itu adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir” (HR. Tirmidzi no. 2621).
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga shalat. Meninggalkan shalat bukan perkara sepele — ia bisa menyeret seseorang keluar dari keimanan bila dilakukan karena mengingkari kewajibannya.
Maka, wahai saudara-saudaraku, marilah kita saling mengingatkan. Jagalah shalat kita, shalat keluarga kita, anak-anak kita, dan orang-orang di sekitar kita. Jangan biarkan kesibukan dunia membuat kita lalai dari kewajiban terbesar ini. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang istiqamah menegakkan shalat sampai akhir hayat.
أَلَا وَصَلُّوْا عِبَادَ اللهِ عَلَى خَيْرِ الصَادِقِيْنَ، وَإِمَامِ الْحُنَفَاءِ الْمُخْلِصِيْنَ، كَمَا أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ بِقَوْلِهِ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسلِّم عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ: أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ بِعَفْوِكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Referensi:
- Al-Qur’an al-Karim.
- Kementerian Agama Republik Indonesia. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
- Ahmad bin Hanbal. (1995). Musnad Ahmad bin Hanbal (Vol. 2, p. 425). Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- Al-Albani, M. N. (1985). Shahih Sunan at-Tirmidzi. Riyadh: Maktabah al-Ma‘arif.
- Al-Qurthubi, M. A. (2006). Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (Vol. 19, p. 238). Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- An-Nasa’i, A. A. (1990). Sunan an-Nasa’i. Riyadh: Maktabah al-Ma‘arif.
- Ath-Thabari, A. J. M. b. J. (2000). Jami‘ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an (Vol. 18, p. 256). Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- At-Tirmidzi, A. I. M. b. I. (1996). Sunan at-Tirmidzi (Hadits No. 413, 2616). Riyadh: Maktabah al-Ma‘arif.
- Ibnu Majah, M. b. Y. (2002). Sunan Ibnu Majah. Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah.
Penulis:
Jundi Sukarna, M.Pd., M.M.
(Bidang Pendidikan Yayasan Al Madinah Surakarta)