>

Bertamu dan Kemurahan Hati Rasulullah

Jundi Sukarna
7 jam yang lalu
32
6 min
Bertamu dan Kemurahan Hati Rasulullah
Ada sebuah kisah yang sangat indah dan inspiratif, yang merupakan salah satu dari kisah-kisah penuh hikmah. Kisah ini dimuat dalam berbagai kitab para ulama, di antaranya adalah kitab Arba’un Qishah Tarbawiyah Min As-Sunnah An-Nabawiyah karya Dr. Thalib bin ‘Umar bin Haidarah Al-Katsiri hafizhahullahu Ta’ala.

اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا يَلِيْقُ بِجَلَالِ وَجْهِهِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. لَا نَبِيَ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ:


Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala ....

Ada sebuah kisah yang sangat indah dan inspiratif, yang merupakan salah satu dari kisah-kisah penuh hikmah. Kisah ini dimuat dalam berbagai kitab para ulama, di antaranya adalah kitab Arba’un Qishah Tarbawiyah Min As-Sunnah An-Nabawiyah karya Dr. Thalib bin ‘Umar bin Haidarah Al-Katsiri hafizhahullahu Ta’ala.

Al-Miqdad bin ‘Amr bin Al-Aswad, salah satu sahabat perawi hadis, bercerita bahwa beliau dan dua temannya berhijrah ke Madinah. Pada suatu waktu, mereka memperkenalkan diri kepada para sahabat Ansar agar dapat menginap di rumah mereka, namun tidak seorang pun yang dapat menerima mereka. Lalu Al-Miqdad dan kedua temannya mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada akhirnya Beliau membawa mereka ke rumah beliau.

Di rumah Nabi saat itu ada tiga ekor kambing. Dengan kemurahannya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk memerah susunya, seraya bersabda:

احْتَلِبُوا هَذَا اللَّبَنَ بَيْنَنَا

“Perahlah susu kambing-kambing itu untuk kita semua.”

Setelah itu, Al-Miqdad dan kedua temannya memerah susu, dan setiap orang meminum bagiannya masing-masing. Mereka kemudian menyimpan bagian susu milik Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian datang dan mengucapkan salam dengan suara yang pelan, tidak membangunkan orang yang tidur dan hanya didengar oleh yang masih terjaga. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengambil susu bagiannya, lalu meminumnya sedikit. Setelah itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke masjid dan melaksanakan salat sunah nawafil.

Malam itu, setan datang membisikkan kepada saya (Al-Miqdad) bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tadi pergi ke rumah orang Ansar, dan orang Ansar memberinya jamuan. Oleh karena itu, Beliau tidak akan lagi membutuhkan susu yang menjadi bagiannya.

Akhirnya, Al-Miqdad meminum bagian milik Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika susu itu sudah masuk ke perutnya dan tidak bisa kembali lagi, setan justru membuatnya menyesal dan berkata kepadanya:

“Celaka kamu! Kamu telah meminum susu bagian Nabi Muhammad. Jika Beliau pulang dan tidak mendapati susu itu, maka Beliau akan mendoakan keburukan dan kamu akan binasa, dan kehidupan dunia serta akhiratmu akan hancur.”

Kemudian, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia datang lagi. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan salam, lalu mendatangi tempat gelas berisi susu diletakkan dan mengangkat tutupnya. Namun, di dalamnya tidak ada apa-apa. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam kemudian melihat ke langit.

Saya (Al-Miqdad) masih terjaga dan melihat semuanya. Saya berpikir, jangan-jangan sekarang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan berdoa buruk untuk saya, bisa jadi saya akan binasa. Namun, Beliau justru bersabda:

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِي

“Ya Allah! Berilah makan kepada orang yang memberiku makan dan berilah minum kepada orang yang memberiku minum.”

Mendengar doa ini, saya (Al-Miqdad) segera mengambil kain dan mengikatkannya dengan kencang di atas kepala. Saya yang masih terbangun, lalu keluar membawa pisau. Saya menuju ke kambing yang paling sehat dan gemuk di luar. Ketika saya akan menyembelih kambing tersebut untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, saya melihat puting kambing itu telah penuh lagi dengan susu. Bahkan, puting kambing-kambing yang lain juga penuh.

Akhirnya, saya (Al-Miqdad) membawa mangkuk dari rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak menyangka sebelumnya mangkuk itu akan penuh dengan susu. Saya memerah susu itu hingga meluber ke atasnya. Mangkuk itu benar-benar penuh. Lalu, saya datang ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yang kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَشَرِبْتُمْ شَرَابَكُمُ اللَّيْلَةَ

“Apakah kalian sudah meminum jatah susu kalian malam ini?”

Al-Miqdad berkata:

“Ya Rasulullah, silahkan minum susu ini.”

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam minum, lalu memberikannya kepada saya.

Saya berkata lagi kepada beliau:

“Ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, silahkan minum lagi!”

Kemudian, Beliau minum lagi, setelah itu Beliau memberikannya kepada saya. Ketika saya merasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah kenyang dengan susu yang Beliau minum, dan saya telah mendapatkan doa Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, maka saya tertawa sampai-sampai terjatuh ke tanah.

Melihat Al-Miqdad tertawa, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِحْدَى سَوْآتِكَ يَا مِقْدَادُ

“Wahai Al-Miqdad, perhatikan auratmu!”

Al-Miqdad berkata:

“Ya Rasulullah, Inilah yang terjadi kepada saya, saya tadi melakukan begini dan begini.”

Saya lalu menceritakan semuanya.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia bersabda:

مَا هَذِهِ إِلاَّ رَحْمَةٌ مِنَ اللَّهِ أَفَلاَ كُنْتَ آذَنْتَنِي فَنُوقِظَ صَاحِبَيْنَا فَيُصِيبَانِ مِنْهَا

“Ini tidak lain kecuali rahmat dari Allah Ta’ala. Mengapa kamu tidak memberitahukan ini kepada saya sebelumnya, supaya kita bisa membangunkan kedua temanmu, sehingga mereka pun bisa minum dan mengambil bagian dari rahmat Allah ini.”

Al-Miqdad menjawab:

“Demi Allah yang telah mengutus Engkau dengan kebenaran, ketika Engkau mendapatkan rahmat itu, dan saya pun bersama Engkau mendapatkan rahmat itu, saya tidak peduli lagi siapa orang-orang yang akan mendapatkannya.” (HR. Muslim no 2055, dari al-Miqdad bin ‘Amr bin al-Aswad) 


Setan Selalu Menghembuskan Keburukan

Saudaraku seiman, rahimakumullah…
Dari cerita di atas, beliau Al-Miqdad didatangi dan dibisiki setan untuk berbuat kesalahan. Hal ini menunjukkan bahwa setan itu senantiasa berupaya untuk menjerumuskan manusia. 

Saudaraku…
Sungguh Pemimpin setan dari kalangan jin telah memproklamirkan diri untuk senantiasa menggoda dan menjerumuskan anak keturunan Adam, yang seperti ini Allah kabarkan di dalam surat  al-A’raf: 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ، ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ، وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ 

“Iblis berkata, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan juga kiri mereka ...” (Al-A’raf: 16-17)

Ibnu Jarir Ath-Thabary menjelaskan tentang ayat di atas dengan menukil perkataan al-Hikam dan as-Suddy bahwa setan akan menghalangi dari kebenaran dan menampakkan kaburukan menjadi kebaikan:

مِنْ قِبَلِ الْحَقِّ يَصُدُّهُمْ عَنْهُ وَمِنْ قِبَلِ الْبَاطِلِ يَرْغَبُ فِيهِ وَيُزَيِّنُهُ لَهُمْ 

Setan akan mendatangi manusia  dari semua cara yang haq dan batil, agar dapat menghalangi mereka dari kebenaran dan menghiasi kebatilan dan mengajak kepadanya.” (Jami’ Al-Bayan ‘an ta’wili ayi al-Quran, 5/99)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa setan itu selalu hadir di setiap aktivitas manusia: 

إِنَّ الشَّيطَانَ يَحضُرُ أَحَدَكُم عِندَ كُلِّ شَيْءٍ مِن شَأنِهِ 

“Sesungguhnya setan selalu hadir di sisi seseorang dalam setiap urusannya.” (HR. Muslim, no. 2033, dari Jabir bin ‘Abdillah)

Pemurahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  

Saudaraku, barakallahu fikum….
Kisah di atas diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkenan menampung tamu dan mempersilahkan agar susu kambing milik Beliau diperah dan diminum bersama tamu-tamunya.

Saudaraku, ini menunjukkan betapa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam  itu sangat pemurah. 

Dan dalam riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, Abdullah bin Abbas mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بالخَيْرِ  

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan” (HR. al-Bukhari  no. 1902, Muslim no. 2308. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbâs radhiyallahu anhuma) 

Seorang mukmin hendaknya menjadi pribadi yang pemurah dan dermawan:

وَلاَيَجْتَمِعُ الشٌّحُّ وَاْلإِيْمَانُ فِى قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

“Tidak pernah berkumpul sifat bakhil dan iman di hati seorang hamba” (HR. An Nasai no 3110, shahih dishahihkan syaikh al-Albani dalam shahih an-Nasai no. 3112, dari Abu Hurairah)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ

“Jauhilah sifat kikir, sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kamu adalah sifat kikir”

Memuliakan Tamu 

Saudaraku seiman, barakallahu fikum ….
Lihatlah kisah di atas, ketika para sahabat Anshar tidak sanggup lagi menerima tamu karena keadaan ekonomi mereka yang sangat pas-pasan, maka Nabi menerima mereka. 

Saudaraku…
Demikian contoh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam bermuamalah terhadap tamu yaitu dengan memuliakan mereka. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam menghubungkan sifat memuliakan tamu ini dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir, sebagaimana dalam sabdanya:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir maka muliakanlah tamu.” (HR. al-Bukhari no 6475, dari Abu Hurairah)

Referensi:

  • Dr. Thalib bin ‘Umar bin Haidarah al Katsiri, Arba’un qishah Tarbawiyah Minas sunnah an Nabawiyah, 2017, Maktabah Alukah, hal. 138.
  • Jami’ Al-Bayan ‘an ta’wili ayi al-Quran, 5/99
  • Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid ath thabari, Jami’ Al-Bayan ‘an ta’wili ayi al-Quran, Daril Hijri, Kairo, 2008,  Jilid 5, Hal. 99

Penulis:

Jundi Sukarna, M.Pd., M.M.
(Bidang Pendidikan Yayasan Al Madinah Surakarta)