اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ:
Pembaca yang dirahmati Allah…
Ada sebuah kisah agung, penuh hikmah, yang diriwayatkan dalam deretan kisah-kisah mulia di dalam Shahih Muslim. Kisah ini disampaikan oleh Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ta’ala ‘anhu, tentang bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keadaan penghuni surga yang paling rendah derajatnya.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Allah: "Bagaimana keadaan penghuni surga yang paling rendah kedudukannya?"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan sebagai berikut:
📜 Dialog Tentang Kedudukan Ahli Surga
1. Penghuni Surga Paling Rendah
Orang yang paling terakhir masuk surga itu datang setelah seluruh penduduk surga menempati bagian masing-masing. Kemudian Allah berkata kepadanya:
أدْخل الْجَنَّةَ
"Masuklah kamu ke surga!"
Ia menjawab, penuh keheranan: "Wahai Rabbku, bagaimana aku bisa masuk surga sementara mereka telah mengambil tempat dan bagian mereka? Bukankah surga telah penuh?"
Dalam riwayat lain disebutkan: Ia mendatangi surga tetapi masih membayangkan bahwa surga telah penuh. Lalu Allah bertanya kepadanya: "Apakah engkau rela mendapatkan bagian seperti seorang raja di antara raja-raja di dunia?"
Ia menjawab: "Aku rela, wahai Tuhanku."
Allah kemudian berfirman:
لَكَ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ
"Itu bagianmu, ditambah seperti itu, seperti itu, seperti itu, dan seperti itu lagi." (Dalam sebagian riwayat: mitsla ad-dunya – seperti dunia).
Pada pemberian kelima ia berkata: "Aku rela, wahai Rabbku."
Lalu Allah menambahkan:
هَذَا لَكَ، وَعَشَرَةُ امِّثَالِهِ ,وَلكَ مَا اشْتَهَتْ نَفْسَاكَ وَلَذَّتْ عَيْنُكَ
"Ini bagianmu, ditambah sepuluh kali lipatnya, dan bagimu segala yang engkau inginkan serta yang menyenangkan pandangan matamu."
2. Penghuni Surga Paling Tinggi
Kemudian Musa ‘alaihis salam bertanya lagi: "Kalau begitu, bagaimana keadaan penghuni surga yang paling tinggi derajatnya, wahai Tuhanku?"
Allah menjawab:
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَرَدْتُ، غَرَسْتُ كَرَامَتُهُمْ بِيَدِي، وَخَتَمْتُ عَلَيْهَا، فَلَمْ تَرْعَيْنَ، وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
"Mereka itulah orang-orang pilihan-Ku. Aku tanamkan kemuliaan mereka dengan tangan-Ku, dan Akulah yang menyetempel kenikmatan itu bagi mereka; belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia."
Perawi kemudian membawakan dalil firman Allah:
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ أُخْفِىَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَآءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Tidak seorang pun mengetahui berbagai kenikmatan yang menanti mereka, yang indah dipandang mata, sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan." (QS As-Sajdah: 17).
(HR. Muslim, no. 189)
💎 Pelajaran Penting dari Kisah Ini
1. Nikmatnya Penduduk Surga, Meski yang Paling Rendah ✨
Hadis ini menggambarkan betapa luar biasa besarnya kenikmatan surga. Penghuni surga paling rendah saja mendapatkan kerajaan yang nikmatnya setara dengan 10 kali lipat dunia dan seisinya.
Jika yang paling rendah saja demikian, bagaimana dengan penghuni surga yang tingkatannya lebih tinggi? Bagaimana pula dengan mereka yang berada di derajat paling agung? Kenikmatan itu tidak dapat dibandingkan dengan apa pun di dunia.
2. Penduduk Surga adalah Hamba yang Dimuliakan 👑
Ketika Allah berfirman:
غَرَسْتُ كَرَامَتُهُمْ بِيَدِي
"Aku menyematkan kemuliaan mereka dengan tangan-Ku." (HR. Muslim, no. 189).
Ini menunjukkan kehormatan yang sungguh luar biasa. Betapa mulianya mereka hingga Allah sendiri menyematkan kemuliaan tersebut.
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin ‘Amr, disebutkan bahwa Allah memerintahkan para malaikat:
ائْتُوهُمْ فَحَيُّوهُمْ
"Datangilah mereka dan ucapkan salam kepada mereka." (HR. Ahmad, no. 6570).
Dalam Tafsir al-Qurthubi dijelaskan:
وَالْمُلْك الْكَبِير، اِسْتِئْذَان الْمَلَائِكَة عَلَيْهِمْ
"Kerajaan mereka besar, hingga para malaikat harus meminta izin ketika hendak menemui mereka." (Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an: 19/148).
3. Di Surga, Seseorang Mendapatkan Semua yang Ia Inginkan 🎁
Lihatlah bagaimana orang yang paling rendah kedudukannya saja ditawari kerajaan bak raja dunia, lalu dikalikan berlipat-lipat. Allah juga menegaskan:
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
"Di dalam surga kamu memperoleh apa saja yang kamu inginkan dan apa saja yang kamu minta." (QS Fushshilat: 31).
Ath-Thabari menjelaskan:
وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ عِنْدَ اللَّهِ مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ مِنَ اللَّذَّاتِ وَالشَّهَوَاتِ وَلَكُمْ مَا تَدْعُونَ
"Di akhirat kalian memperoleh semua yang menjadi keinginan hati dan semua yang kalian minta." (Jami’ al-Bayan: 428).
Ini menegaskan bahwa surga adalah tempat terwujudnya seluruh keinginan, tanpa penolakan, tanpa batas.
4. Kenikmatan Surga Tidak Terbayangkan oleh Akal 🧠
Hadis ini ditutup dengan firman Allah bahwa kenikmatan surga:
فَلَمْ تَرْعَيْن، وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
"Belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia." (HR. Muslim, no. 189).
Kenikmatan itu benar-benar baru, luar biasa, dan tak dapat dibandingkan dengan apa pun yang pernah kita rasakan di dunia.
🏁 Penutup
Maka, wahai saudaraku, marilah kita meluruskan iman dan memperbanyak amal saleh. Semua usaha di dunia ini akan berakhir pada satu tujuan: menggapai surga, tempat di mana kita memperoleh semua yang kita inginkan, tanpa ada kerja keras lagi, tanpa ada kegagalan lagi, dan tanpa akhir. Bahagia selamanya.
Semoga Allah meneguhkan langkah kita menuju-Nya. Aamiin.
📚 Referensi
- Muslim, I. (1955). Ṣaḥīḥ Muslim. (M. F. ‘Abd al-Bāqī, Ed.). Beirut: Dār Ihyā’ at-Turāth al-‘Arabī.
- Ahmad bin Hanbal. (2001). Musnad Ahmad. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- Al-Qurthubi, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad. (2006). Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. (2001). Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an. Kairo: Darul Hijr.
- Kementerian Agama RI. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Kemenag RI.
✍️ Penulis:
Jundi Sukarna, M.Pd., M.M.
(Bidang Pendidikan Yayasan Al Madinah Surakarta)