Dalam satu dekade terakhir, berbagai jenis minuman manis kekinian—mulai dari boba, kopi susu gula aren, milkshake bertopping, hingga fruit tea berperisa—mengalami peningkatan popularitas yang signifikan. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan selera konsumen, tetapi juga bergeser menjadi tren sosial budaya yang erat dengan gaya hidup perkotaan. Minuman ini kian menjadi tren di Indonesia, terutama di kalangan anak muda.
Berlebihan dalam mengonsumsi jenis minuman ini bisa berdampak buruk pada kesehatan tubuh. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa minuman manis meningkatkan risiko kematian dini akibat penyakit tidak menular seperti serangan jantung dan beberapa tipe kanker.
Penelitian yang diterbitkan oleh T.H. Chan School of Public Health Universitas Harvard bulan Maret 2019, yang menganalisis data dari 37 ribu laki-laki dan 80 ribu perempuan selama 30 tahun, menemukan bahwa semakin banyak minuman bergula yang dikonsumsi seseorang, semakin besar pula risiko kematian dini bagi orang tersebut.
"Dibandingkan dengan orang yang minum kurang dari satu minuman manis per bulan, meminum minuman manis satu sampai empat porsi sebulan meningkatkan risiko sebanyak satu persen. Minum dua hingga enam per minggu, risiko meningkat enam persen. Satu sampai dua minuman manis per hari, risikonya 14%. Sedangkan untuk minum dua atau lebih, risikonya 21%."
— Vasanti Malik, ilmuwan dari Harvard's Department of Nutrition (dikutip dari BBC, April 2019).
📊 Fakta Nutrisi: Gula dan Kalori yang Berlebihan
Sebuah jurnal kesehatan berjudul Kandungan Gizi dalam Minuman Kekinian “Boba Milk Tea” (2021) menjelaskan, segelas minuman manis kekinian rupanya memiliki kadar gula maupun kalori yang sangat tinggi. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dan merupakan penelitian deskriptif dengan Simple Random Sampling.
Temuan penelitian tersebut meliputi:
- Kalori dalam Boba Milk Tea: > 300 Kkal.
- Rata-rata protein: 0,47%.
- Rata-rata lemak: 2,99%.
- Rata-rata kandungan sukrosa: 73,44%.
Perbandingan dengan Kebutuhan Harian:
Padahal, pedoman diet Indonesia untuk konsumsi gula adalah 10 persen dari energi. Sementara energi yang kita butuhkan dalam sehari hanya sebesar 2.000 Kkal. Maka, idealnya energi dari gula hanya 200 Kkal dalam sehari.
Persoalannya, saat seseorang meminum minuman Boba Milk Tea, tubuh akan menerima energi dari gula sebesar > 300 Kkal. Artinya, tubuh telah kelebihan 100 Kkal dalam sehari. Itu pun dengan asumsi seseorang tersebut hanya menerima gula dari Boba Milk Tea, tidak dari minuman atau makanan manis lain.
⚠️ Dampak Kesehatan Fisik, Mental, dan Lingkungan
Artikel ini mengulas dampak minuman manis kekinian terhadap metabolisme, kesehatan fisik, mental, dan lingkungan.
1. Risiko Diabetes Tipe 2 🩸
Minuman manis kekinian rata-rata mengandung 40–80 gram gula per porsi (500–700 ml). Angka ini jauh melampaui batas konsumsi harian gula yang direkomendasikan WHO, yaitu maksimal 25 gram per hari untuk orang dewasa.
Gula dalam bentuk cair diserap lebih cepat karena tidak memerlukan proses pencernaan kompleks. Hal ini menyebabkan:
- Lonjakan glukosa darah yang cepat (postprandial glucose spike).
- Peningkatan hormon insulin secara tiba-tiba.
- Penurunan glukosa darah secara cepat setelahnya (reactive hypoglycemia).
Konsumsi minuman manis secara rutin meningkatkan resistensi insulin, yaitu kondisi ketika sel tubuh tidak lagi merespons insulin secara efektif. Resistensi insulin adalah faktor utama perkembangan diabetes tipe 2. Berbagai studi kohort jangka panjang menunjukkan bahwa:
- Konsumsi 1 gelas minuman manis per hari dapat meningkatkan risiko diabetes hingga 25–30%.
- Orang yang mengonsumsi minuman manis secara teratur (1–2 kaleng sehari atau lebih) memiliki risiko 26% lebih besar terkena diabetes tipe 2 dibanding orang yang jarang mengonsumsi minuman tersebut.
- Risiko bahkan lebih besar pada orang dewasa muda dan orang Asia.
2. Obesitas ⚖️
Kalori dalam minuman manis sering kali tidak disadari. Satu gelas boba standar, misalnya, dapat mengandung 350–700 kalori, tergantung topping dan kadar gula. Kalori ini merupakan empty calories (kalori tanpa kandungan gizi signifikan).
Mengapa Minuman Manis Memicu Kenaikan Berat Badan?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, minuman kekinian yang tinggi gula bisa memberikan kalori yang banyak. Namun, kebanyakan orang yang punya kebiasaan minum minuman manis tidak mengimbanginya dengan mengurangi kalori dari makanan yang dikonsumsinya. Inilah yang menyebabkan kebiasaan tidak sehat tersebut bisa meningkatkan berat badan yang berujung pada obesitas.
- Minuman tidak memberikan rasa kenyang (satiety) seperti makanan padat.
- Sistem pengaturan nafsu makan tidak mengenali kalori cair secara efektif.
- Konsumsi berkelanjutan menyebabkan surplus kalori harian.
Obesitas juga bisa meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, osteoarthritis, sleep apnea dan masalah pernapasan, serta masih banyak lagi.
3. Dampak Jangka Panjang terhadap Penyakit Tidak Menular 🏥
a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ❤️
Sebuah penelitian yang diikuti 40.000 pria selama dua dekade menemukan bahwa mereka yang rata-rata minum satu kaleng minuman manis per hari memiliki risiko 20% lebih tinggi terkena serangan jantung, atau meninggal akibat serangan jantung dibandingkan pria yang jarang mengonsumsi minuman manis.
Kelebihan gula dapat meningkatkan:
- Kadar trigliserida.
- LDL kolesterol (kolesterol jahat).
- Tekanan darah.
- Inflamasi sistemik.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
b. Perlemakan Hati Nonalkoholik 🥃
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology menemukan bahwa minum satu atau lebih minuman manis setiap hari selama lima sampai tujuh tahun dapat menyebabkan penyakit hati berlemak.
Fruktosa, salah satu komponen utama sirup gula, dimetabolisme hampir seluruhnya di hati. Konsumsi fruktosa tinggi menghasilkan:
- Penumpukan lemak dalam hepatosit.
- Stres oksidatif.
- Inflamasi hati.
Akumulasi jangka panjang dapat berkembang menjadi Perlemakan Hati Nonalkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease).
c. Karies Gigi 🦷
Kerusakan gigi disebabkan karena bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut bisa menggerogoti sisa gula yang ditinggalkan minuman manis. Saat bakteri mengonsumsi gula, ia mulai menghasilkan asam yang akan mengikis email gigi. Akibatnya, gigi menjadi lebih tipis dan rapuh sehingga Anda berisiko mengalami gigi berlubang.
4. Dampak terhadap Kesehatan Mental 🧠
Gula berlebih tidak hanya memengaruhi metabolisme fisik, tetapi juga sistem neuropsikologis.
Lonjakan dan Penurunan Gula Darah dapat menyebabkan:
- Mudah lelah.
- Kesulitan konsentrasi.
- Perubahan suasana hati.
- Sensasi gelisah akibat perubahan hormon stres.
Konsumsi gula merangsang pelepasan dopamin di sistem limbik, terutama nucleus accumbens. Pola ini menyerupai mekanisme adiktif ringan yang mendorong konsumsi berulang, sehingga menciptakan kecanduan.
5. Aspek Sosial dan Lingkungan 🌍
Minuman manis kekinian tidak lepas dari penggunaan plastik sekali pakai. Produksi dan pembuangan plastik sekali pakai ini berkontribusi pada:
- Peningkatan limbah yang sulit terurai.
- Pencemaran laut dan sungai.
- Peningkatan emisi karbon dari produksi plastik.
📋 Panduan dan Rekomendasi Konsumsi
Mengingat ada berbagai dampak kesehatan yang berbahaya akibat kebiasaan mengonsumsi minuman manis, sebaiknya bijak dalam mengonsumsinya.
Standar Batas Konsumsi Gula:
- Kemenkes RI (Permenkes No. 30 Tahun 2013): Kurang dari 50 gram/hari atau maksimal setara dengan 4 sendok makan gula.
- American Heart Association (AHA):
- Laki-laki: Tidak lebih dari 9 sendok teh atau 36 gram gula (150 kkal).
- Perempuan: Tidak lebih dari 6 sendok teh atau 25 gram gula (100 kkal).
Pendekatan Kebijakan dan Gaya Hidup: Pendekatan kesehatan tidak melarang sepenuhnya, melainkan mengatur konsumsi secara bijak.
a. Pilihan Konsumen
- Pilih level gula rendah (0–30%).
- Hindari topping tinggi kalori seperti boba dan krim.
- Batasi konsumsi maksimal 1–2 kali per minggu.
- Perbanyak minuman tanpa gula seperti air putih atau infused water.
b. Intervensi Produsen
- Transparansi informasi gizi pada label dan menu.
- Menyediakan opsi gula rendah dan rendah kalori.
- Menggunakan kemasan ramah lingkungan.
c. Peran Edukasi Kesehatan
- Pendidikan nutrisi sejak dini penting untuk memilih konsumsi yang lebih cerdas.
🏁 Kesimpulan
Di balik kepopulerannya, minuman manis kekinian menyimpan risiko kesehatan yang signifikan. Kandungan gula tinggi, kalori tersembunyi, dan dampak metabolik jangka panjang berpotensi meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan perlemakan hati. Selain itu, efek pada kesehatan mental dan lingkungan turut memperkuat urgensi untuk mengatur pola konsumsi secara lebih bijak.
Walaupun minuman manis kekinian dapat dinikmati sebagai bagian dari gaya hidup modern, konsumsi yang terkendali adalah kunci untuk meminimalkan “dampak pahit” di balik sensasi manisnya.
📚 Referensi:
- Harvard T.H. Chan School of Public Health. (2019). Sugary Drinks and Risk of Death. Harvard University. Diakses dari siaran pers dan publikasi terkait studi kohort Nurses’ Health Study dan Health Professionals Follow-Up Study.
- BBC News. (2019, April). Sugary drinks linked to higher risk of early death, study says. Laporan berita yang mengulas hasil penelitian Harvard T.H. Chan School of Public Health.
- Anindita, G., & Putri, H. F. (2021). Kandungan Gizi dalam Minuman Kekinian “Boba Milk Tea”. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada / Universitas Negeri Yogyakarta.
- World Health Organization (WHO). (2015). Guideline: Sugars Intake for Adults and Children. WHO Press.
- American Heart Association (AHA). (2018). Added Sugars Recommendations. American Heart Association Nutrition Center.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Siap Saji.
- Clinical Gastroenterology and Hepatology. (2020). Long-term sugar-sweetened beverage intake and risk of non-alcoholic fatty liver disease in adults: A cohort analysis.
✍️ Penulis:
dr. Ambar Waluyo
(Dokter Umum Rumah Sakit JIH, Solo)