Akademik Saja Tidak Cukup: Anak Kita Butuh Life Skill

3 hari yang lalu
82
8 menit baca
Akademik Saja Tidak Cukup:  Anak Kita Butuh Life Skill

Banyak orang tua mungkin bertanya apa pentingnya mengikuti berbagai kegiatan sekolah di luar kegiatan pembelajaran reguler? Bukankah kegiatan tersebut malah akan “mengganggu belajar” si anak? Mereka masih memiliki anggapan bahwa tujuan utama anak bersekolah adalah agar anak pintar matematika, IPA, atau kemampuan akademik lain, sementara kegiatan selain itu hanya sekadar tambahan saja.

Pembaca yang budiman, anak-anak kita di masa yang akan datang tentunya akan menghadapi berbagai macam situasi dan problematika. Salah satu bekal yang kita berikan kepada anak adalah kecakapan akademik yang dipelajari saat ini di sekolah. Akan tetapi, ada berbagai kecakapan lain yang juga perlu dimiliki anak dalam menyongsong masa depan, agar dia lebih bisa beradaptasi dengan perubahan kondisi dan bisa menemukan solusi dalam menghadapi berbagai problematika di masa yang akan datang. Kecakapan inilah yang disebut dengan kecakapan hidup (life skill).

Kecakapan hidup (life skill) didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kemampuan dasar kejuruan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupan dan martabatnya, serta mendukung perkembangan peradaban manusia dan lingkungannya (Suderadjat, 2004).


🧭 Life Skill dalam Kurikulum Pendidikan Sekolah

Kecakapan hidup didapatkan melalui sebuah pelatihan dan membutuhkan alokasi waktu tertentu untuk berproses. Karena itu, dalam kurikulum pendidikan dasar formal, kecakapan hidup ini biasa diimplementasikan dalam berbagai program kegiatan ekstrakurikuler atau diramu (include) di dalam kurikulum reguler.

Dalam sejarah kurikulum di Indonesia, pentingnya pembekalan mengenai life skill ini mulai disuarakan sejak beralihnya Kurikulum 1994 ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004. Di dalam KBK, dikembangkan kecakapan hidup berupa: kecakapan personal (personal skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill) (Muchlas, 2002). Dari sisi penilaian, juga dikembangkan tiga aspek, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dalam Kurikulum Merdeka dengan Pendekatan Mendalam yang digunakan saat ini, pendidikan difokuskan dalam pencapaian delapan dimensi profil lulusan. Profil lulusan yang terdiri atas delapan dimensi tersebut, yaitu:

  1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Kewargaan
  3. Penalaran kritis
  4. Kreativitas
  5. Kolaborasi
  6. Kemandirian
  7. Kesehatan
  8. Komunikasi

🚫 Jangan Salah Dipahami

Belakangan ini banyak model yang dikembangkan untuk pembelajaran di sekolah yang berbasis kelompok dan diskusi. Berbagai komentar negatif datang dari sebagian guru setelah mempraktikkan berbagai model tersebut, di antaranya:

  1. Model yang dikembangkan menghabiskan banyak waktu.
  2. Materi yang bisa dibahas tidak bisa sebanyak model pembelajaran konvensional.
  3. Pembahasan materi tidak sedalam jika menggunakan model pembelajaran direct instruction oleh guru.

Para pembaca yang budiman, setiap model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing. Ada keunggulan di satu sisi dan kelemahan di sisi yang lain. Karena itu, model-model yang kita kenal tidak lain merupakan sebuah alternatif yang bisa kita pilih dan tidak kita pilih, tergantung seberapa optimal model tersebut jika digunakan pada saat itu.

Pada model pembelajaran berbasis kelompok maupun diskusi, terdapat banyak aspek pendidikan life skill yang dapat dikembangkan di dalamnya. Melalui interaksi antarsiswa, proses pengambilan keputusan, pengelolaan tugas, serta tanggung jawab bersama, aktivitas-aktivitas tersebut secara alami melatih berbagai kecakapan hidup yang biasa disebut sebagai delapan indikator utama life skill, yaitu:

  1. Kemampuan membuat keputusan (decision making)
  2. Kemampuan memanfaatkan sumber daya (wise use of resources)
  3. Komunikasi (communication)
  4. Menerima perbedaan (accepting differences)
  5. Kepemimpinan (leadership)
  6. Memberikan manfaat nyata (useful)
  7. Kemampuan memilih gaya hidup sehat (healthy lifestyle choices); indikator ini terkait dengan kesehatan mental, pengelolaan stres, dan perilaku positif dalam berinteraksi.
  8. Bertanggung jawab pada diri sendiri (self-responsibility)

Sehingga hasil pembelajaran dari penggunaan model-model pembelajaran tersebut jangan hanya dipandang dari sisi kognitifnya saja, tetapi juga harus kita lihat dari sisi afektif atau psikomotoriknya.


⚽ Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang diselenggarakan di sekolah anak-anak kita?

Apakah ada yang masih beranggapan bahwa kegiatan ekstrakurikuler tersebut sebenarnya cukup mengganggu (karena kurang mendukung peningkatan prestasi akademik kita)?

Dari sudut pandang pendidikan life skill, tentu saja banyak manfaat yang didapatkan anak dari kegiatan ekstrakurikuler ini.

Seharusnya kegiatan reguler (kurikuler) dan ekstrakurikuler berjalan beriringan dan saling melengkapi. Jika kegiatan ekstrakurikuler di sekolah cukup menyita energi dan waktu dari kegiatan belajar yang lain, konsultasikan dan berikan masukan ke sekolah agar semua kegiatan bisa berjalan sinergis.


🕌 Pendidikan Life Skill di Sekolah Islam

Tujuan pendidikan life skill di sekolah Islam memiliki karakteristik sendiri dibanding dengan yang lain. Apabila pendidikan life skill pada umumnya adalah untuk menjawab tantangan kehidupan di masa depan, maka tujuan pendidikan life skill di sekolah Islam adalah untuk menjawab tantangan kehidupan di masa yang akan datang dalam bingkai penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena pada dasarnya kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56).

Oleh karena itu, seseorang dikatakan berhasil jika bisa beristiqamah dalam menghamba kepada Allah dalam menjalani kehidupannya.

Berikut beberapa penjelasan aspek pendidikan life skill di sekolah sunah jika ditinjau dari delapan profil lulusan dalam Kurikulum Merdeka.

1. Keimanan dan Ketakwaan kepada Allah Ta‘ala

Membentuk peserta didik yang memiliki keyakinan (akidah) yang lurus dan ibadah yang benar sesuai tuntunan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Menanamkan keyakinan tauhid yang kokoh sejak dini.
  • Membiasakan ibadah yang sesuai sunah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan serta penyimpangan, di antaranya beribadah tanpa ada contoh dari Nabi.
  • Menumbuhkan rasa muraqabah (merasa diawasi Allah), syukur, dan tawakal dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kewargaan (Civic Responsibility)

Mengembangkan kesadaran peserta didik sebagai warga bangsa dan anggota umat Islam yang menjaga aturan dan adab syariat. Aspek kedua ini meliputi:

  • Membentuk akhlak karimah dalam bermuamalah dengan orang lain.
  • Menumbuhkan kepatuhan kepada aturan sekolah, masyarakat, dan negara selama tidak bertentangan dengan syariat.
  • Mendorong peserta didik untuk berperan aktif dalam kebaikan, ketertiban, dan kedisiplinan sosial.
  • Mengajarkan tanggung jawab, amanah, dan etika bermasyarakat sesuai tuntunan Islam.
  • Membentuk pribadi yang peduli lingkungan, menghormati orang lain, dan bermanfaat bagi masyarakat.
  • Saling menjaga batasan-batasan dalam bermuamalah, di antaranya adalah ketika berinteraksi dengan lawan jenis dan dalam hal penjagaan terhadap aurat.

3. Penalaran Kritis (Critical Thinking)

Menguatkan kemampuan peserta didik dalam berpikir lurus dan ilmiah sesuai kaidah syariat. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Melatih kemampuan menganalisis informasi secara objektif dan tidak mudah terpengaruh hoaks atau syubhat.
  • Membiasakan peserta didik bertanya, meneliti, dan membuat kesimpulan berdasarkan bukti dan kaidah ilmiah—dalam hal ini yang paling utama adalah berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan Sunah.
  • Mengajarkan cara mengambil keputusan yang tepat dan adil.
  • Menanamkan prinsip tabayun dalam menerima informasi.

4. Kreativitas (Creativity)

Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berkarya dan berinovasi dalam koridor nilai-nilai Islam. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Mendorong peserta didik menghasilkan ide, solusi, atau karya yang bermanfaat.
  • Mengembangkan imajinasi positif tanpa meniru hal-hal yang dilarang syariat.
  • Melatih kemampuan adaptasi dan eksplorasi dalam menyelesaikan tugas atau masalah.
  • Menumbuhkan keberanian mencoba hal baru yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat selama tidak dilarang oleh syariat.

5. Kolaborasi (Collaboration)

Membentuk peserta didik yang mampu bekerja sama dengan adab dan akhlak islami. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Melatih kemampuan menjadi bagian dari tim dengan saling menolong dalam kebaikan.
  • Mengembangkan empati, saling menghargai, dan kesiapan untuk mendengarkan pendapat orang lain.
  • Menguatkan semangat gotong royong dan saling menasihati dalam kebenaran.
  • Mengurangi sikap egois dan menumbuhkan kedewasaan sosial.

6. Kemandirian (Independence)

Membekali peserta didik untuk mampu mengurus diri, berpikir, dan bertindak secara mandiri dengan tanggung jawab. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Melatih disiplin diri dalam mengelola waktu, tugas, dan kewajiban tanpa ketergantungan berlebihan.
  • Menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan dewasa.
  • Mengajarkan etos kerja, ketekunan, serta kemampuan mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai Islam.
  • Membentuk keberanian menghadapi tantangan tanpa meninggalkan adab dan kehati-hatian.

7. Kesehatan (Wellbeing)

Membentuk peserta didik yang menjaga tubuh dan mentalnya sebagai amanah dari Allah. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Mengajarkan kebiasaan hidup sehat, menjaga fitrah untuk cinta kebersihan dan menjauhi najis atau sesuatu yang bersifat kotor, dan melakukan usaha keselamatan diri sesuai tuntunan syariat.
  • Menumbuhkan kesadaran pentingnya olahraga, makan halal dan tayib, serta istirahat yang cukup.
  • Menjaga kesehatan mental dengan adab, akhlak, zikir, dan menjauhi perilaku yang merusak diri.
  • Menghindarkan siswa dari kebiasaan buruk, gaya hidup tidak sehat, atau lingkungan negatif.

8. Komunikasi (Communication)

Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi yang benar, sopan, dan sesuai adab sunah. Di antara bentuk praktik dari aspek ini, yaitu:

  • Melatih berbicara jelas, santun, jujur, dan tidak berlebih-lebihan.
  • Mengajarkan adab mendengarkan, menyampaikan pendapat, dan berdiskusi dengan baik.
  • Membiasakan komunikasi yang efektif, baik lisan maupun tulisan.
  • Mencegah kebiasaan gibah, bullying verbal, atau perkataan yang menyakiti.

✅ Penutup

Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan life skill bukanlah pelengkap atau pengalih fokus dari akademik, tetapi justru bagian penting dalam mempersiapkan anak menghadapi kehidupan dengan bekal yang utuh, baik secara ilmu, akhlak, maupun kemampuan sosial. Di sekolah sunah, seluruh kecakapan tersebut dibingkai dalam tujuan tertinggi seorang hamba: beribadah kepada Allah Ta’ala dalam setiap aspek kehidupan.

Karena itu, sinergi antara kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler bukan sekadar opsi tambahan, tetapi merupakan bagian dari proses pembentukan karakter anak agar tumbuh menjadi pribadi muslim yang kuat akidahnya, baik akhlaknya, sehat raganya, cerdas pikirannya, dan bermanfaat bagi umat. Dengan demikian, pendidikan life skill di sekolah sunah bukan hanya mempersiapkan anak menghadapi masa depan dunia, tetapi juga mempersiapkannya untuk keberhasilan hakiki di akhirat.


📖 Referensi

  • Brandt, Brian. (2016). Turning Games into Social-Emotional Skill Building. Washington: Washington State University Extension.
  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia. (2025). Naskah Akademik: Pembelajaran Mendalam – Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia.
  • Samani, Muchlas. (2002). Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas. Surabaya: Swabina Qualita Indonesia.
  • Suderadjat. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.

Penulis:

Fajar Adi Kusuma, S.Pd.
(Kepala Sekolah SMPIP Al Madinah Kartasura)

Download PDF