I. Pendahuluan
Setiap manusia memiliki harapan dan rencana dalam hidupnya. Namun, tidak jarang realitas berjalan berlawanan dengan apa yang diinginkan. Ada yang kehilangan pekerjaan, gagal dalam studi, ditinggalkan orang yang dicintai, atau menghadapi penyakit yang melemahkan. Situasi-situasi seperti ini sering kali membuat seseorang tertekan, cemas, bahkan putus asa. Di sinilah pentingnya memiliki ketangguhan mental (mental resilience), yaitu kemampuan untuk tetap tegar, beradaptasi, dan bangkit kembali dari tekanan hidup.
Dalam pandangan Islam, ketangguhan mental bukan hanya tentang kekuatan pikiran, melainkan juga tentang keteguhan iman dan kedekatan dengan Allah. Seorang mukmin yang tangguh secara mental adalah mereka yang mampu menghadapi kesulitan dengan sabar, berserah diri kepada takdir Allah, namun tetap berusaha semaksimal mungkin.
II. Apa Itu Mental Resilience?
Secara psikologis, mental resilience adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi sulit, mengelola emosi, dan bangkit kembali setelah menghadapi tekanan atau kegagalan. Reivich & Shatté (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai “kapasitas untuk merespons secara sehat dan produktif terhadap tantangan dan kesulitan.”
Seseorang yang tangguh bukan berarti tidak pernah merasa sedih atau kecewa. Namun, ia tidak membiarkan perasaan itu menguasainya. Ia mampu mengubah penderitaan menjadi kekuatan, dan kesedihan menjadi sumber kedewasaan. Dalam konteks Islam, inilah makna dari sabar dan tawakal—sikap menerima ketentuan Allah tanpa menyerah terhadap keadaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: مَاۤ أَصَابَ مِن مُّصِیبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن یُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ یَهۡدِ قَلۡبَهُ (11) “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa iman menjadi dasar utama ketangguhan mental. Orang yang beriman meyakini bahwa setiap musibah tidak terjadi secara kebetulan, melainkan merupakan bagian dari rencana Allah yang penuh hikmah. Keyakinan ini menenangkan hati dan menumbuhkan kekuatan untuk bangkit.
III. Ciri-Ciri Orang yang Tangguh Secara Mental dalam Islam
- Menerima takdir dengan lapang dada. Orang yang tangguh tidak larut dalam penyesalan. Ia sadar bahwa segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah jauh sebelum ia lahir. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, ia berkata sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Qaddarallahu wa maa syaa’a fa‘al” (Allah telah menakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi) (HR. Muslim no. 2664).
- Berfokus pada amal, bukan hasil. Ketangguhan mental muncul ketika seseorang menilai keberhasilan bukan dari hasil duniawi, tetapi dari seberapa besar usahanya dalam keridaan Allah. Ia sadar bahwa amal saleh dan ikhtiar yang benar lebih penting daripada pencapaian dunia yang fana.
- Tidak mudah goyah oleh ujian. Orang yang tangguh menghadapi kesulitan dengan hati yang tenang. Ia menenangkan diri dengan zikir dan salat, sebagaimana firman Allah: أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَىِٕنُّ ٱلۡقُلُوبُ (28) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
- Mampu mengambil hikmah dari peristiwa. Setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun menyedihkan, memiliki pelajaran. Orang yang tangguh melihat ujian bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai cara Allah mendekatkannya kepada kebaikan.
IV. Cara Menumbuhkan Mental Resilience Menurut Islam
- Perkuat hubungan dengan Allah (taqarrub ilallah). Hubungan spiritual yang kuat adalah sumber utama ketenangan batin. Salat, zikir, membaca Al-Qur’an, dan berdoa menjadikan hati lebih stabil. Ketika seseorang sering berinteraksi dengan Allah dalam ibadah, ia memiliki pandangan hidup yang lebih luas dan tidak mudah runtuh oleh tekanan dunia.
- Latih diri untuk bersyukur dan sabar. Syukur dan sabar adalah dua sayap ketangguhan mental. Dalam kesenangan, seorang mukmin bersyukur; dalam kesulitan, ia bersabar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan. Dan hal tersebut tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999).
- Bangun pola pikir positif yang berlandaskan iman. Dalam psikologi modern, cara berpikir sangat berpengaruh terhadap daya tahan mental. Orang yang selalu berpikir negatif mudah lelah dan stres. Islam telah mengajarkan pola pikir positif (husnuzan) jauh sebelum psikologi modern mengenalnya.
- Bersandar pada komunitas yang saleh. Dukungan sosial merupakan faktor penting dalam membangun ketangguhan mental. Dalam Islam, ukhuwah (persaudaraan) berfungsi menjaga keseimbangan emosional dan spiritual. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً “Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. (HR. al-Bukhari no. 2101 dan Muslim no. 2628)
- Tafakur dan introspeksi diri (muhasabah). Ketika ujian datang, orang yang tangguh tidak langsung menyalahkan keadaan. Ia berhenti sejenak untuk merenung: apakah ada dosa yang perlu ia perbaiki, atau hikmah yang Allah ingin tunjukkan. Muhasabah membuat seseorang bertumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan dekat kepada Rabb-nya. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (18) Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Hasyr: 18)
V. Penutup
Hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Akan ada masa di mana kita diuji dengan kehilangan, kegagalan, dan penderitaan. Namun bagi seorang mukmin, ujian bukanlah tanda kebencian Allah, melainkan sarana untuk mengangkat derajat dan menguatkan hati.
Ketangguhan mental dalam Islam lahir dari iman, sabar, dan tawakal. Ia bukan hasil dari kekuatan diri semata, tetapi dari keyakinan bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang bersabar. Allah berfirman: فَٱصۡبِرۡ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقٌّ (60) “Maka bersabarlah. Sesungguhnya janji Allah adalah benar.” (QS. Ar-Rum: 60)
Daftar Pustaka
- Shahih Muslim, Kitab az-Zuhd, no. 2999.
- Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.
- Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Madarij as-Salikin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996.
- Reivich, K., & Shatté, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys to Finding Your Inner Strength and Overcoming Life’s Hurdles. New York: Broadway Books.
- Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new resilience scale: The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety.
- American Psychological Association. (2020). Building Your Resilience. Retrieved from https://www.apa.org/topics/resilience
- Ibn Rajab al-Hanbali. Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Hikam. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah, 1997.
- Al-Imam Ibn Kathir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Riyadh: Dar Thayyibah, 1999. Bahjah Quluubil Abrar, hal. 139-141, penerbit: Wizarah asy-Syu’un al-Islamiyah KSA. Cet: 4, th: 1423 H.
Penulis:
Agus Haryatmo, S.Psi., M.Psi.
(Psikolog Klinis RSO dr. Soeharso Surakarta)