Waspadai Kemunafikan - Musuh Islam Dari Dalam

1 hari yang lalu
255
7 menit baca
Waspadai Kemunafikan - Musuh Islam Dari Dalam

Pendahuluan

Pernahkah Anda mendengar seorang muslim yang justru meremehkan syariat, atau mengolok-olok ajaran Islam?

Itulah gejala Kemunafikan (Nifaq), penyakit hati terburuk yang menyembunyikan kekafiran di balik keimanan. Bahayanya sangat besar karena merusak barisan kaum muslimin dari dalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan pelakunya di neraka paling bawah.

Maka, memahami tanda-tanda dan jenis-jenis nifaq menjadi keharusan bagi setiap muslim. Artikel ini akan mengulas pengertian, jenis, dan bahaya kemunafikan menurut Al-Qur'an dan Sunnah.


Pengertian Kemunafikan

Secara bahasa, nifāq merujuk pada lubang pelarian tersembunyi (nāfiqā’) milik sejenis tikus gurun (yarbū’). Hewan ini akan masuk melalui satu lubang, dan saat terancam, ia melarikan diri melalui lubang lain yang tersembunyi. Adapun secara istilah syar‘i, kemunafikan adalah menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekafiran di dalam hati. Orang yang demikian disebut munafik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ

“Dan di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,’ padahal mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8)

Jenis-Jenis Kemunafikan

Kemunafikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu nifaq akbar (kemunafikan besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil).

1. Nifaq Akbar
Yaitu menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekafiran dalam hati. Pelakunya keluar dari Islam, jenis ini juga disebut dengan nifaq i‘tiqādī (kemunafikan dalam keyakinan).

Kemunafikan jenis ini menyebabkan pelakunya kafir, sehingga tidak dishalatkan ketika meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلى اَحَدٍ مِّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمْ عَلٰى قَبْرِهۗ اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِه وَمَاتُوْا وَهُمْ فٰسِقُوْنَ

“Janganlah engkau (wahai Rasul) menshalatkan seseorang dari mereka yang mati selama-lamanya dan jangan pula berdiri di atas kuburnya (untuk mendoakan), karena sesungguhnya mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. At-Taubah: 84)

2. Nifaq Asghar
Yaitu kemunafikan dalam amal dan akhlak (nifaq ‘amalī), bukan dalam keyakinan. Pelakunya tidak keluar dari Islam, tetapi imannya lemah dan berada dalam bahaya besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

آيةُ المُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ.

“Tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. al-Bukhārī No.33 dan Muslim No. 59)

Nifaq asghar tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, namun bisa menyeret seseorang menuju nifaq akbar bila dibiarkan. Karena itu, setiap muslim wajib berhati-hati dari sifat-sifat ini dan berusaha memperbaiki diri dengan keikhlasan serta kejujuran dalam iman.

Perbedaan antara Nifaq Akbar dan Nifaq Asghar
Untuk memperjelas garis batas antara kedua jenis nifaq ini, berikut kami sajikan perbandingannya:

Aspek Nifaq Akbar Nifaq Asghar
Hukum Mengeluarkan dari Islam Tidak mengeluarkan dari Islam
Dampak Amal Membatalkan seluruh amal Tidak membatalkan seluruh amal
Letak Perbedaan Keyakinan Amal dan perilaku
Akibat Akhirat Kekal di neraka Tidak kekal di neraka
Tobat Umumnya tobatnya tidak tulus Bisa bertobat dengan benar

Ciri-Ciri Orang Munafik

Al-Qur’an dan Sunnah banyak menyebutkan tanda-tanda orang munafik, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun sikap batin. Mengetahui ciri-ciri ini sangat penting agar seorang muslim dapat menghindarinya. Beberapa ciri utama orang munafik antara lain sebagai berikut:

  1. Mengingkari Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam serta tidak ridha dengan Islam.
  2. Berpihak kepada orang kafir dan mencari kemuliaan dari mereka.
  3. Menyebarkan keraguan dan permusuhan terhadap Islam.
  4. Berbohong, berkhianat, dan mengingkari janji.
  5. Bermuka dua dan menipu kaum mukminin.
  6. Enggan berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
  7. Sombong ketika dinasihati dan menolak kebenaran.
  8. Mengaku berbuat perbaikan padahal membawa kerusakan.
  9. Suka memperolok kaum mukminin.
  10. Malas beribadah dan berbuat riya’.
  11. Bimbang dan tidak punya pendirian dalam keimanan.
  12. Pandai berkata dan berdebat untuk membela kebatilan.

Seorang muslim hendaknya selalu mengintrospeksi diri, memperbarui iman, dan menjaga keikhlasan amal agar tidak terjerumus ke dalam sifat yang membahayakan ini.


Bahaya Kemunafikan

Kemunafikan adalah penyakit hati yang menghancurkan pelakunya di dunia dan akhirat. Al-Qur’an menjelaskan bahaya yang ditimbulkan oleh kemunafikan, di antaranya:

1. Menimbulkan Ketakutan dan Keresahan Hati
Orang munafik hidup dalam kegelisahan karena takut rahasianya terbongkar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَحْذَرُ الْمُنٰفِقُوْنَ اَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُوْرَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِيْ قُلُوْبِهِمْۗ قُلِ اسْتَهْزِءُوْاۚ اِنَّ اللّٰهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُوْنَ

“Orang-orang munafik khawatir jika diturunkan suatu surah yang mengungkapkan apa yang ada dalam hati mereka. Katakanlah (kepada mereka), “Terus olok-oloklah (agama Allah). Sesungguhnya Allah pasti akan menampakkan apa yang kamu khawatirkan itu.” (QS. At-Taubah: 64)

2. Menjadi Penyebab Azab Dunia dan Akhirat
Kemunafikan juga mengundang musibah di dunia. Harta dan anak-anak mereka yang tampak menjadi kebanggaan justru menjadi sebab azab. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَا تُعْجِبْكَ اَمْوَالُهُمْ وَلَا اَوْلَادُهُمْۗ اِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ اَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كٰفِرُوْنَ

“Maka janganlah engkau kagum terhadap harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah hendak menyiksa mereka dengan semua itu di kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah: 55)

3. Menghapus Amal Kebaikan
Segala amal kebaikan orang munafik tidak diterima karena dilakukan tanpa iman yang benar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ اَنْفِقُوْا طَوْعًا اَوْ كَرْهًا لَّنْ يُّتَقَبَّلَ مِنْكُمْۗ اِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فٰسِقِيْنَ

“Katakanlah: Infakkanlah harta kalian, baik dengan rela maupun terpaksa, niscaya tidak akan diterima dari kalian; sesungguhnya kalian adalah kaum yang fasik.” (QS. At-Taubah: 53)

4. Mendapat Laknat dan Murka Allah
Nifaq akbar menyebabkan seseorang dilaknat oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْۚ وَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌ

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah itu bagi mereka. Allah melaknat mereka dan bagi mereka azab yang kekal.” (QS. At-Taubah: 68)

5. Kekal di Neraka bersama Orang Kafir
Kemunafikan besar menjadikan pelakunya kekal di neraka bersama orang kafir. Firman-Nya:

اِنَّ اللّٰهَ جَامِعُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْكٰفِرِيْنَ فِيْ جَهَنَّمَ جَمِيْعًا

“Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan seluruh orang munafik serta orang kafir di neraka Jahanam.” (QS. An-Nisā’: 140)

Kekhawatiran Salaf terhadap Kemunafikan

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam — generasi terbaik umat ini — sangat takut terhadap kemunafikan. Mereka memahami betapa halus dan berbahayanya penyakit hati ini.

Ibnu Abī Mulaykah rahimahullāh berkata:

أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم، كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ.

“Aku pernah menjumpai tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, semuanya takut kemunafikan menimpa diri mereka.” (Riwayat al-Bukhārī secara mu’allaq sebelum hadits No. 48)

Al-Hasan al-Bashrī rahimahullāh berkata:

مَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ، وَلَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ.

“Tidak ada yang merasa aman dari kemunafikan kecuali orang munafik, dan tidak ada yang takut terhadapnya kecuali seorang mukmin.”

Beliau (al-Hasan) pernah ditanya:

هَلْ تَخَافُ النِّفَاقَ؟  قَالَ: وَمَا يُؤَمِّنُنِي وَقَدْ خَافَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

“Apakah engkau takut kemunafikan?” Ia menjawab: “Bagaimana aku bisa merasa aman darinya, sedangkan Umar bin al-Khaththab saja merasa takut (terhadap kemunafikan)!?” (Ṣifat al-Nifāq: 119 No. 78)

Abu ad-Dardā’ radhiyallāhu’anhu berkata:

اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ خُشُوعِ النِّفَاقِ، قِيلَ لَهُ: وَمَا خُشُوعُ النِّفَاقِ؟  قَالَ: أَنْ يُرَى الْجَسَدُ خَاشِعًا، وَالْقَلْبُ لَيْسَ بِخَاشِعٍ.

“Mintalah perlindungan kepada Allah dari khusyuk kemunafikan.” Lalu beliau ditanya: “Apakah khusyuk kemunafikan itu?” Beliau menjawab: “Yaitu ketika jasad tampak khusyuk, tetapi hati tidak khusyuk.” (Syu‘ab al-Īmān: 9/220 No. 6567)

Dari keteladanan para sahabat, kita belajar bahwa seorang mukmin tidak merasa aman dari penyakit hati, tetapi selalu waspada dan memohon perlindungan kepada Allah dari segala bentuk nifaq.


Penutup

Memahami hakikat dan ciri-ciri kemunafikan membantu kita untuk terus memperbaiki diri agar tidak tergelincir dalam sifat yang sangat dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setiap muslim perlu terus mengoreksi keikhlasan dan kejujuran hatinya.

Semoga kita senantiasa dikaruniai keikhlasan dan kejujuran. Dengan keduanya, kita bisa selamat dari penyakit hati yang paling menakutkan ini.


Referensi

  1. ‘Abd al-Laṭīf, ‘Abd al-‘Azīz bin Muḥammad. Al-Fisq wa al-Nifāq. Riyāḍ: Madār al-Waṭan, 2003.
  2. Al-Aṣfahānī, Abū al-Qāsim al-Ḥusayn bin Muḥammad al-Rāghib. Al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān. Tahqiq: Ṣafwān ‘Adnān al-Dāwūdī. Damaskus–Beirut: Dār al-Qalam, al-Dār al-Shāmiyyah, Cet. 1, 1412 H.
  3. Al-Bayhaqī, Abū Bakr Aḥmad bin al-Ḥusayn. Syu‘ab al-Īmān. Tahqiq: Dr. ‘Abd al-‘Alī ‘Abd al-Ḥamīd Ḥāmid. Riyāḍ: Maktabah al-Rushd, Cet. 1, 1423 H/2003 M.
  4. Al-Bukhārī, Muḥammad bin Ismā‘īl. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Beirut: Dār Ṭawq al-Najāh, Cet. 1, 1422 H.
  5. Al-Fauzān, Ṣāliḥ bin Fauzān. Kitāb al-Tawḥīd. Riyāḍ: Wizārah Syu’ūn al-Islāmiyyah, 1421 H.
  6. Al-Firiyābī. Ṣifah al-Nifāq wa Dzamm al-Munāfiqīn. Miṣr: Dār al-Ṣaḥābah li al-Turāts, Cet. 1, 1408 H/1988 M.
  7. Al-Madkhalī, Rabī' bin Hādī. Syarh Uṣūl al-Sunnah li al-Imām Aḥmad. Al-Qāhirah: Dār Imām Aḥmad.
  8. Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Madārij al-Sālikīn. Beirut: Dār Ibn Ḥazm, 2019.
  9. Ibn Taymiyyah. Majmū‘ al-Fatāwā. Madīnah: Mujamma‘ al-Malik Fahd, 2004.
  10. Muslim bin al-Ḥajjāj. Ṣaḥīḥ Muslim. Beirut: Dār Ṭawq al-Najāh, Cet. 1, 1433 H.
  11. Al-Musyayqiḥ, Khālid bin ‘Alī. Aṭā’ib al-Zahr Syarh «Nawāqiḍ al-Islām al-‘Asyr». Riyāḍ: Madār al-Waṭan li al-Nashr, Cet. 1, 1433 H/2012 M.
  12. Al-Qaḥṭānī, Sa‘īd bin ‘Alī bin Wahf. Nūr al-Īmān wa Ẓulumāt al-Nifāq fī Ḍaw’ al-Kitāb wa al-Sunnah. Riyāḍ.

Penulis:

Abu al-Laits Hafidz Cahaya, Lc.
(Pengajar Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Madinah Boyolali)

Download PDF