الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِ الْعَالَمِينَ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. لَا نَبِيَ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ:
Saudara seiman rahimakumullah, marilah kita selami sebuah kisah sarat hikmah, sebuah narasi inspiratif yang diabadikan oleh para ulama dalam catatan sejarah mereka. Kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan pelajaran berharga tentang integritas, kejujuran, dan rasa cukup yang datang dari seorang sosok mulia: Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad al-Bazzaz Al-Anshari.
Ujian Lapar dan Bungkusan Sutera
Al-Qadhi Abu Bakar Al-Bazzaz dikenal luas di kalangan ulama, dan kisah masa mudanya menjadi teladan yang masyhur. Ia menetap di kota suci Mekah. Suatu hari, rasa lapar yang hebat mendera, sementara ia belum menemukan sepotong pun makanan untuk memuaskannya.
Saat tengah berjalan, pandangannya tertuju pada sebuah benda terbungkus kain sutera mahal, diikat rapi dengan pita merah. Ia membawanya pulang dan dengan hati-hati membukanya. Di dalamnya, tersembunyi sebuah kalung intan permata yang sangat indah—perhiasan yang tak pernah ia lihat tandingannya. Setelah mengagumi sejenak, ia segera membungkusnya kembali, mengikatnya seperti semula, dan membawa kembali bungkusan itu.
Menolak Upah 500 Dinar
Tak lama kemudian, ia mendengar seruan dari seorang pria tua yang sedang menunaikan ibadah haji. Pria itu mengumumkan bahwa ia telah kehilangan bungkusan berisi intan permata dan menjanjikan hadiah 500 dinar emas bagi siapa saja yang mengembalikannya.
Sebuah bisikan menggoda hadir di hati Al-Bazzaz, "Aku sedang sangat membutuhkan. Apakah aku harus mengambil 500 dinar itu dan mengembalikan bungkusannya, atau tidak usah?"
Namun, keimanan pemuda ini jauh lebih kuat daripada desakan perutnya. Ia mendekati pria tua itu. "Kemarilah, Bapak. Saya telah menemukannya," ujarnya.
Ia membawa pria itu ke rumahnya dan meminta pria tersebut untuk menyebutkan ciri-ciri bungkusan dan kalung di dalamnya. Ketika ciri-ciri yang disebutkan persis dengan apa yang ia temukan, Al-Bazzaz menyerahkan bungkusan itu. Pria tua itu pun menyodorkan hadiah 500 dinar yang telah ia janjikan.
Dengan ketulusan yang mengagumkan, Al-Bazzaz menolak. "Saya hanya menjalankan amanah yang harus saya kembalikan kepada Anda. Saya tidak meminta upah," katanya.
Pria itu berulang kali mendesak, memohon agar hadiah itu diterima sebagai bentuk terima kasih. Namun, Al-Bazzaz tetap teguh, menolak sepeser pun dari hadiah yang sangat besar nilainya tersebut. Pria tua itu akhirnya pergi, menyelesaikan hajinya, dan kembali ke negerinya.
Ujian di Tengah Laut
Beberapa waktu setelah peristiwa itu, Al-Qadhi Abu Bakar Al-Anshari memutuskan untuk meninggalkan Mekah dan berlayar. Ia menumpang sebuah kapal tua bersama serombongan orang.
Di tengah samudra, musibah datang. Kapal itu pecah, tenggelam, menelan semua harta dan penumpang di dalamnya. Namun kuasa dan takdir Allah menyelamatkannya. Al-Bazzaz terombang-ambing selama beberapa hari, hanya berpegangan pada sepotong papan kayu pecahan kapal, tanpa tahu ke mana ia akan berlabuh.
Akhirnya, ia terdampar di sebuah pulau. Ia mencari perlindungan di sebuah masjid.
Jalan Rezeki dan Jodoh
Ketika penduduk pulau mendengar bacaan Al-Qur'an-nya, mereka segera mendatanginya, satu per satu. "Ajari aku Al-Qur'an!" pinta mereka.
Dari mengajarkan Al-Qur'an, ia mulai mendapatkan penghasilan yang melimpah.
Tak lama kemudian, ia melihat lembaran-lembaran mushaf yang berserakan di masjid. Ia memungut dan membacanya. Melihat kemampuannya, penduduk bertanya, "Apakah Anda mahir menulis?" Ia menjawab, "Ya, saya bisa."
"Ajarkanlah kami menulis!" seru mereka.
Maka, datanglah anak-anak kecil maupun orang dewasa untuk belajar menulis kepadanya, dan dari situ ia kembali mendapatkan upah yang sangat banyak.
Suatu hari, tokoh-tokoh terkemuka di pulau itu datang menemuinya dan mengajukan lamaran: "Kami memiliki seorang gadis kaya raya. Kami ingin menikahkannya dengan Anda."
Awalnya ia menolak, namun desakan terus berdatangan hingga akhirnya ia setuju. Mereka pun menikahkan Al-Bazzaz dengan gadis cantik yang kaya raya itu.
Doa Seorang Ayah yang Diijabah
Ketika Al-Bazzaz menemui istrinya, pandangannya terpaku pada sebuah kalung indah yang melingkari leher sang istri. Ya, itu adalah kalung yang sama! Kalung intan permata yang pernah ia temukan dan kembalikan di Mekah. Ia benar-benar terpana, tak dapat mengalihkan pandangannya dari kalung tersebut.
Kerabatnya yang melihat tingkahnya merasa cemas. "Wahai Syekh, Anda telah menyinggung perasaannya! Anda tak sudi melihatnya dan hanya memandangi kalung yang ia kenakan!"
Al-Bazzaz lantas menceritakan kisah kalung intan itu dari awal hingga akhir. Mendengar cerita tersebut, seluruh kerabatnya serentak bertahlil dan bertakbir, "Allahu Akbar!" Berita itu pun menyebar ke seluruh penjuru pulau.
"Ada apa ini?" tanya Al-Bazzaz keheranan.
Mereka kemudian menjelaskan bahwa pria tua pemilik kalung yang ditemuinya di Mekah adalah ayah dari gadis cantik ini—ayahnya yang kini telah meninggal dan tidak memiliki anak lain selain dirinya.
Ayah gadis itu, setiap kali teringat akan kejujuran Al-Bazzaz, selalu berdoa:
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنِي وَبَيْنَهُ حَتَّى أُزَوِّجَهُ بِابْنَتِي
"Wahai
Rabb-ku, pertemukanlah aku dengannya (pemuda itu), sehingga aku bisa
menikahkan dia dengan anak perempuanku."
"Sungguh, Allah telah mengabulkan doanya," kata mereka.
"Allah telah mendatangkan Anda ke sini dan menikahkan Anda dengan anak perempuannya!"
Akhir yang Penuh Berkah
Setelah istrinya meninggal dunia, Al-Qadhi Abu Bakar Al-Bazzaz mewarisi kalung tersebut. Ia dan istrinya dikaruniai dua orang anak, namun takdir berkata lain, kedua anaknya juga meninggal. Akhirnya, kalung permata itu menjadi sepenuhnya miliknya.
Ia kemudian menjual kalung intan permata tersebut dengan harga 100.000 dinar emas—sebuah harta yang sangat banyak, setara dengan lebih dari 5 miliar Rupiah (dengan kurs dinar Kuwait saat ini).
Inilah buah dari kejujuran dan rasa cukup. Allah Ta'ala tidak hanya mengembalikan apa yang ia tinggalkan, tetapi juga melipatgandakan rezeki, bahkan mempertemukannya dengan jodoh yang membawa keberkahan.
Hikmah Utama: Nilai Sebuah Kejujuran dan Rasa Cukup
1. Nilai Sebuah Kejujuran (Amanah)
Al-Qadhi Abu Bakar Al-Bazzaz mengembalikan barang temuan itu tanpa mengurangi sedikit pun isinya. Ia menolak imbalan 500 dinar saat sedang dalam keadaan lapar. Ini adalah teladan kejujuran (As-Shidq) dan amanah yang kini kian langka.
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ
"Hendaklah kalian selalu jujur. Sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga." (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607).
2. Hukum Barang Temuan di Mekah
Kisah ini juga mengajarkan tentang kekhususan Mekah sebagai Tanah Suci. Al-Bazzaz mengamankan barang temuan itu bukan untuk dimiliki, melainkan untuk diserahkan kepada pemiliknya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai barang temuan (luqathah) di Mekah:
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلَا يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا
"Sesungguhnya negeri ini telah dimuliakan oleh Allah, tidak boleh dicabut durinya, tidak boleh diusir hewan-hewannya dan tidak boleh dipungut barang temuannya, kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya (sampai ketemu pemiliknya)." (HR. Al-Bukhari no. 1834 dan Muslim no. 1353).
3. Keutamaan Merasa Cukup (Al-Qana'ah)
Meskipun lapar dan ditawari harta melimpah, hati Al-Bazzaz merasa cukup. Ia menunjukkan karakter merasa cukup (al-qana'ah) di hadapan dunia. Sikap ini adalah magnet penarik rezeki dari jalan tak terduga.
ومَن يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، ومَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ
"Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya." (HR. Al-Bukhari no. 1469).
Lihatlah balasan yang diterima pemuda shalih ini: keberkahan, jodoh yang berasal dari orang sholih, dan akhirnya kekayaan yang nilainya 100.000 dinar! Mari kita tanamkan dalam hati, “siapa yang merasa cukup, Allah akan jadikan ia berkecukupan.”
Referensi:
- Ibnu Rajab, A. B. A. 2005. Dzail ‘Ala Thabaqat Al Hanabilah. Maktabatul ‘Abikan.
- Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. (2000). Shahih Al-Bukhari (Cet. 2). Dar ath-Thawq an-Najah.
- Muslim bin Hajjaj. (1991). Shahih Muslim. (M. F. Abd al-Baqi, Ed.). Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.
Penulis:
Jundi Sukarna, M.Pd., M.M.
(Bidang Pendidikan Yayasan Al Madinah Surakarta)