Pendahuluan
Restoran All You Can Eat (AYCE) adalah restoran dengan konsep prasmanan (buffet), di mana pelanggan bisa memilih sendiri makanan yang sudah dihidangkan dan makan sepuasnya hanya dengan satu kali bayar. Misalnya, makan sepuasnya dengan harga Rp50.000.
Bagaimana hukum makan di restoran seperti ini? Mari kita pelajari bersama.
Pedoman Umum Berkaitan dengan Jual Beli
Sebelum masuk ke pembahasan inti, kita perlu memahami kaidah dasar muamalah:
1. Hukum asal jual beli barang yang bermanfaat adalah mubah
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275)
2. Jual beli harus didasari kerelaan antara kedua belah pihak
Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَاطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan jual beli yang berlaku dengan saling rela di antara kalian...” (Q.S. An-Nisa’: 29)
3. Terlarang jual beli yang mengandung unsur ketidakjelasan (gharar)
Hal ini berdasarkan hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.” (H.R. Muslim no. 3881 dan An-Nasai no. 4535)
Pembahasan Hukum AYCE
Dari pedoman umum di atas, kita dapat menganalisis hukum makan di restoran All You Can Eat sebagai berikut:
- Jual beli makanan termasuk jenis transaksi yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga hukum asalnya adalah halal.
- Transaksi di restoran tersebut didasari kerelaan dari kedua belah pihak (pembeli dan penjual), tidak ada paksaan, sehingga memenuhi syarat taradin (saling rela).
- Namun, pada transaksi ini terdapat unsur ketidakjelasan (gharar) dari segi jumlah barang yang akan didapatkan. Karena konsepnya "makan sepuasnya", ada pelanggan yang mengambil sedikit, dan ada yang mengambil banyak, padahal mereka membayar dengan harga yang sama.
Dari poin ketiga inilah muncul perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan ulama. Ada yang melarang dan ada yang membolehkan.
Pendapat Pertama: Dilarang
Pendapat ini menyatakan transaksi AYCE dilarang karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan). Ini adalah pendapat Syekh Muhammad Mukhtar as-Syinqithi dalam jawaban beliau ketika kajian Syarh ‘Umdatul Fiqh.
Beliau ditanya: “Apa hukum menjual makanan, dengan cara makan sampai kenyang sementara bayarnya tetap?”
Jawaban beliau:
اَلْغَذَاءُ حَتَّى الِاشْبَاع بَيْعٌ مَجْهُوْلٌ، لِأَنَّ الَّذِي يَشْبَع لَيْسَ لَهُ ضَابِطٌ فِي النَّاسِ مُحَدَّد، وَهَذَا الْبَيْعُ الَّذِي تَدُلُّ عَلَيْهِ نُصُوْصُ الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ أَنَّهُ مُحَرَّمٌ، لَايَجُوْزُ لِأَنَّهُ لَايَصِحُّ أَنْ تَشْتَرِي شَيْئاً إِلَّا إِذَا كَانَ مَعْلُوْماً؛ مَعْلُوْمُ الصِّفَةِ، مَعْلُوْمُ الْقَدْر.
“Makan sampai kenyang, termasuk jual beli majhul (tidak jelas). Karena istilah ‘kenyang’ pada manusia tidak memiliki batasan yang spesifik. Jual beli ini dilarang berdasarkan keterangan dari Al-Qur'an dan sunah. Tidak boleh, karena tidak sah membeli sesuatu kecuali semuanya jelas; jelas kriterianya dan jelas ukurannya.”
Pendapat ini juga diisyaratkan oleh Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan. Beliau mengatakan:
أَنَّنِي سُئِلْتُ عَنْ ظَاهِرَةٍ فِي بَعْضِ الْمَطَاعِمِ وَهِيَ أَنَّ أَصْحَابَهَا يَقُوْلُوْنَ لِلزَّبَائِن: كُلُّ مَا تَشَاءُ مِنْ هَذِهِ الْمَأْكُوْلَاتِ الْمَعْرُوْضَةِ وَادْفَعْ مَبْلَغاً مَقْطُوْعاً مُحَدَّداً، فَقُلْتُ: هَذَا مَجْهُوْلٌ وَالْمَجْهُوْلُ لَا يَجُوْزُ بَيْعُهُ حَتَّى يُحَدَّد وَيُعَرَّف
“Saya ditanya tentang kasus di sebagian restoran, di mana pemiliknya mengatakan kepada pengunjung, ‘Silakan makan apa pun yang telah dihidangkan, dan bayar uang sekian.’ Saya sampaikan, ‘Ini transaksi majhul (tidak jelas) dan sesuatu yang tidak jelas, tidak boleh dijual sampai ditegaskan batasannya.’”
Pendapat Kedua: Dibolehkan
Pendapat ini menyatakan transaksi ini dibolehkan. Ini adalah pendapat Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Beliau ditanya tentang hukum warung yang menjual makanan dengan sistem "Bayar 20 riyal dan makan sampai kenyang." Jawaban beliau:
اَلظَّاهِرُ أَنَّ هَذَا يَتَسَامَح فِيْهِ؛ لِأَنَّ الْوَجْبَةَ مَعْرُوْفَةٌ، وَهَذَا مِمَّا تَتَسَامَح فِيْهِ الْعَادَة، وَلَكِنْ لَوْ عَرَفَ الْإِنْسَانُ مِنْ نَفْسِهِ أَنَّهُ أَكُول فَيَجِبُ أَنْ يَشْتَرِطَ عَلَى صَاحِبِ الْمَطْعَمِ؛ لِأَنَّ النَّاسَ يَخْتَلِفُوْن
“Yang nampak, hal semacam ini dibolehkan (ditoleransi). Karena ukuran yang dihidangkan jelas, dan ini termasuk hal yang ditoleransi secara adat. Namun jika orang merasa bahwa dirinya banyak makan (di atas rata-rata), dia harus menyatakannya ke pemilik warung. Karena kapasitas manusia berbeda-beda.” (Asy-Syarh al-Mumthi’: 4/322)
Kesimpulan dan Tarjih
Pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat kedua yang membolehkan. Alasannya adalah karena unsur gharar dalam transaksi tersebut tergolong ringan (gharar yasir).
Para ulama membolehkan melakukan transaksi gharar yang ringan. Berikut beberapa keterangan mereka:
1. Ibnu Rusyd rahimahullah berkata:
اَلْفُقَهَاءُ مُتَّفِقُوْنَ عَلَى أَنَّ الْغَرَرَ الْكَثِيْر فِي الْمَبِيْعَاتِ لَا يَجُوْزُ، وَأَنَّ الْقَلِيْلَ يَجُوْزُ
“Para ulama sepakat bahwa gharar yang banyak dalam transaksi tidak dibolehkan, sedangkan gharar yang sedikit dibolehkan.” (Bidāyatul Mujtahid: 3/173)
2. Al-Qarafi dalam Al-Furuq menyebutkan:
اَلْغَرَرُ وَالْجَهَالَةُ – أَيْ فِيْ الْبَيْعِ – ثَلَاثَةُ أََقْسَامٍ: كَثِيْرٌ مُمْتَنِعٌ إِجْمَاعًا، كَالطَّيْرِ فِي الْهَوَاءِ، وَقَلِيْلٌ جَائِزٌ إِجْمَاعًا، كَأَسَاسِ الدَّارِ وَقُطْن الْجُبَّة، وَمُتَوَسِّطٌ اُخْتُلِفَ فِيْه، هَلْ يَلْحَق بِالْأَوَّلِ أَمْ بِالثَّانِي؟
Gharar dan jahalah – dalam jual beli – ada 3 macam:
- Gharar banyak: hukumnya terlarang dengan sepakat ulama. Seperti: burung yang ada di udara.
- Gharar sedikit: hukumnya boleh dengan sepakat ulama. Seperti: pondasi rumah dan jenis kapas kain jubah.
- Gharar pertengahan: hukumnya diperselisihkan ulama. Apakah dimasukkan yang pertama atau kedua. (Al-Furuq, 3/265)
3. Ensiklopedi Fiqh Kuwait (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah) menyebutkan:
يُشْتَرَطُ فِي الْغَرَرِ حَتَّى يَكُوْنَ مُؤَثِّراً أَنْ يَكُوْنَ كَثِيْرًا، أَمَّا إِذَا كَانَ الْغَرَرُ يَسِيْرًا فَإِنَّهُ لَا تَأْثِيْرَ لَهُ عَلَى الْعَقْدِ
“Di antara syarat gharar yang haram adalah berpengaruh dalam akad dan ukurannya besar. Namun jika ghararnya ringan, maka tidak ada pengaruh dalam akad.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah: 31/151)
4. Qiyas dengan Pemandian Umum
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad (5/728) juga memperbolehkan seseorang masuk pemandian umum. Orang yang hendak masuk pemandian, dia membayar biaya masuk, lalu masuk. Padahal dia tidak tahu berapa jumlah air yang akan dia gunakan, berapa sabun yang akan dia habiskan, berapa lama dia berdiam di dalam. Dan ini semua adalah gharar ringan yang ditoleransi.
Kesimpulan Akhir
Makan di restoran All You Can Eat termasuk dalam transaksi yang mubah. Meskipun terdapat unsur gharar, namun kadarnya ringan, tidak ada unsur paksaan, dan tidak merugikan kedua belah pihak.
Penjual biasanya telah memiliki perkiraan untung rugi dalam transaksi tersebut serta terdapat batasan aturan yang harus dilakukan (seperti denda jika tidak habis atau durasi waktu).
Wallahu a'lam bish-shawab.
Referensi
- Al-Qur’an al-Karim.
- Muslim bin al-Hajjaj. (2004). Ṣaḥīḥ Muslim. Beirut: Dār Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī.
- An-Nasā’ī, Aḥmad bin Syu‘aib. (1999). Sunan an-Nasā’ī. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
- Ibnu Rusyd, Muḥammad bin Aḥmad. Bidāyat al-Mujtahid wa Nihāyat al-Muqtaṣid. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
- Al-Qarāfī, Aḥmad bin Idrīs. Al-Furūq. Beirut: ‘Ālam al-Kutub.
- Kementerian Wakaf Kuwait. (1990). Al-Mawsū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah. Kuwait.
- Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Muḥammad. (1994). Zād al-Ma‘ād fī Hadyi Khayr al-‘Ibād. Beirut: Mu’assasah ar-Risālah.
- Asy-Syinqiṭī, Muḥammad al-Mukhtār. Syarḥ ‘Umdat al-Fiqh. (Kajian lisan).
- Ibnu ‘Utsaimīn, Muḥammad bin Ṣāliḥ. (2004). Asy-Syarḥ al-Mumti‘ ‘alā Zād al-Mustaqni‘. Riyadh: Maktabah al-‘Ilm.
Penulis:
Abul Hasan Ali
(Alumnus Darul Hadits Dammaj, Yaman & Pengajar Pondok Pesantren Al Madinah Boyolali)