Pendahuluan
Shalat jenazah adalah salah satu hak seorang muslim yang wafat atas muslim yang masih hidup. Hukum melaksanakannya adalah Fardhu Kifayah, yang artinya kewajiban ini gugur bagi seluruh muslim di suatu wilayah jika sudah ada orang yang dirasa cukup dalam melaksanakannya. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melakukannya atau ada yang melakukan tapi belum dirasa cukup jumlahnya, maka seluruh penduduk wilayah tersebut berdosa.
Shalat jenazah memiliki keutamaan yang besar, siapa yang melaksanakan shalat jenazah ia akan mendapatkan pahala sebesar satu qirath (sebesar gunung Uhud), dan apabila ia ikut mengantarkan jenazah ke pemakaman maka ia akan mendapatkan satu qirath lagi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَينِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
“Siapa yang ikut mengiringi jenazah seorang muslim dengan penuh keimanan dan keikhlasan, ia ikut menshalatkannya dan memakamkannya maka ia pulang dengan membawa pahala sebanyak dua qirath, satu qirathnya seperti gunung Uhud, siapa yang ikut menshalatkan kemudian kembali sebelum dimakamkan maka ia pulang dengan pahala satu qirat”. (HR. al-Bukhari, no. 47 dan HR. Muslim, no. 945)
Tata Cara Shalat Jenazah
Berbeda dengan shalat fardhu atau sunnah lainnya, shalat jenazah tidak memiliki gerakan rukuk dan sujud, serta dilakukan dalam posisi berdiri (bagi yang mampu) dengan empat kali takbir.
Sebelum melaksanakan shalat jenazah, pastikan tubuh dalam kondisi bersuci baik dengan berwudhu, mandi atau dengan tata cara bersuci yang lainnya, pastikan juga tempat sholat suci dari najis dan menghadap kiblat.
Berikut adalah panduan lengkap tata cara shalat jenazah sesuai sunnah.
Posisi Imam
Posisi berdiri imam (atau munfarid/sendirian) berbeda tergantung jenis kelamin jenazah:
- Jenazah Laki-laki: Imam berdiri lurus di arah kepala jenazah.
- Jenazah Perempuan: Imam berdiri lurus di arah perut/pinggang jenazah.
Urutan dan Bacaan Shalat Jenazah
Shalat jenazah terdiri dari 4 (empat) Takbir dengan mengangkat tangan di setiap takbirnya. Berikut adalah urutannya:
1. Niat dan Takbiratul Ihram (Takbir Pertama)
Berdiri tegak dengan berniat di dalam hati ikhlas karena Allah Ta'ala untuk menshalatkan jenazah tersebut. Kemudian membaca surat Al Fatihah.
2. Takbir Kedua
Setelah takbir kedua, membaca Sholawat Nabi.
اللَّهُمَّ صَلِّ على مُحَمَّدٍ وعلى آلِ مُحَمَّدٍ كما صَلَّيْتَ على آلِ إبْراهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ،
اللَّهُمَّ بارِكْ على مُحَمَّدٍ وعلى آلِ مُحَمَّدٍ كما بارَكْتَ على آلِ إبْراهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (HR. al-Bukhari, no. 4797 dan Muslim, no. 406)
3. Takbir Ketiga
Setelah takbir ketiga, membaca doa khusus untuk jenazah. Ini adalah inti dari shalat jenazah. Berikut adalah bacaan doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melaksanakan salat jenazah.
Bacaan do’a untuk jenazah laki-laki:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ له وارْحَمْهُ، وَعافِهِ واعْفُ عنْه، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، واغْسِلْهُ بالماءِ والثَّلْجِ والْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطايا كما نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِن دارِهِ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِن أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِن زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِن عَذابِ القَبْرِ، أَوْ مِن عَذابِ النّارِ.
Bacaan do’a untuk jenazah perempuan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وارْحَمْهَا، وَعَافِهَا واعْفُ عنْهَا، وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهَا، واغْسِلْهَا بالماءِ والثَّلْجِ والْبَرَدِ، وَنَقِّهَا مِنَ الخَطايا كما نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهَا دارًا خَيْرًا مِن دارِهَا، وَأَهْلًا خَيْرًا مِن أَهْلِهَا، وَزَوْجًا خَيْرًا مِن زَوْجِهَا، وَأَدْخِلْهَا الجَنَّةَ، وَأَعِذْهَا مِن عَذابِ القَبْرِ، أَوْ مِن عَذابِ النّارِ.
"Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia (dari segala gangguan/siksa), dan maafkanlah dia.
Muliakanlah tempat singgahnya, luaskanlah tempat masuknya (kuburnya), dan basuhlah dia dengan air, salju, dan air dingin (embun).
Bersihkanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran.
Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan pasangan yang lebih baik dari pasangannya.
Masukkanlah dia ke dalam Surga, dan lindungilah dia dari azab kubur atau dari azab neraka." (HR. Muslim, no. 963)
4. Takbir Keempat
Setelah takbir keempat, disunnahkan membaca doa untuk kebaikan keluarga yang ditinggalkan dan jenazah itu sendiri ataupun untuk kamu muslimin secara umum, seperti doa berikut:
Untuk jenazah laki-laki:
اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنا أجْرَهُ ولا تَفْتِنَّا بَعدَهُ
Untuk jenazah perempuan:
اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنا أجْرَهَا ولا تَفْتِنَّا بَعدَهَا
"Ya Allah, janganlah Engkau haramkan (halangi) kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah (ujian/kesesatan) kepada kami sesudahnya." (HR. Abu Dawud no. 3201)
5. Salam
Setelah selesai membaca doa di takbir keempat, diakhiri dengan mengucapkan salam.
Penutup
Shalat jenazah adalah ibadah yang menggabungkan rasa takut, harap, dan kasih sayang. Sebagai fardhu kifayah, kewajiban ini memang gugur jika sebagian orang telah melaksanakannya, namun dosa akan menimpa seluruh penduduk wilayah jika tidak ada seorang pun yang peduli.
Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk tidak sekadar "bisa", tetapi memahami tata caranya sesuai sunnah—mulai dari posisi berdiri imam hingga lafaz doa yang diajarkan Rasulullah.
Mari kita luruskan niat setiap kali berdiri di hadapan jenazah. Kita doakan mereka dengan tulus: "Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah kepada kami sesudahnya".
Semoga kelak, saat giliran kita tiba, Allah gerakkan hati orang-orang mukmin untuk menshalatkan dan mendoakan kebaikan bagi kita. Aamiin ya Rabbal 'alamin.
Referensi:
- Al-Bukhari, M. ibn Ismail. (2002). Shahih al-Bukhari (Tahqiq: Mustafa Dib al-Bugha & Muhyiddin Mistu). Dar Ibn Katsir.
- Al-Utsaimin, M. ibn Salih. (1994–2004). Majmu‘ fatawa wa rasa’il (Disusun oleh Fahd ibn Sa‘d al-Salman dkk.). Dar al-Wathan.
- Muslim, M. ibn al-Hajjaj. (2006). Shahih Muslim (Tahqiq: Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi). Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.
- Ibnu Qadhi Syuhbah, B. ad-Dimasyqi. (2019). Bidayat al-muhtaj fi syarh al-minhaj (Tahqiq: Ahmad Farid al-Mazidi). Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Penulis:
Ammar Nashrullah, B.A.
(Alumni LIPIA Jakarta)