Tadabbur Surat Al Fatihah (ayat 1–4): Pondasi Iman & Hubungan Ilahi

8 jam yang lalu
38
6 menit baca
Tadabbur Surat Al Fatihah (ayat 1–4): Pondasi Iman & Hubungan Ilahi

Pendahuluan

Surah Al-Fatihah adalah pembuka segala kebaikan, Ummul Kitab, dan bacaan agung yang wajib dilantunkan setiap rakaat dalam salat seorang muslim. Namun, keagungan ini tidak akan sepenuhnya kita rasakan kecuali bila kita memahami maknanya dan merenungkan petunjuknya. Dengan tadabbur, setiap lafaz yang dibaca menghadirkan kekhusyukan, kedekatan, dan kelezatan iman.

Allah Ta'ala berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ (87)

“Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang diulang-ulang serta Al-Qur'an yang Agung.” (QS. Al-Hijr: 87)

Maka tidaklah heran bila para ulama mengatakan: siapa yang memahami Al-Fatihah, ia telah memahami seluruh inti ajaran Al-Qur'an.


Tafsir Ayat per Ayat

Basmalah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

Para ulama berbeda pendapat apakah Basmalah termasuk bagian dari Al-Fatihah atau bukan. Secara ringkas, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan setelah membawakan hadits:

قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ ...

(HR. Muslim no. 395)

Beliau berkata: “Ini menjadi nash tegas bahwasanya basmalah bukan termasuk surah Al-Fatihah.” (Tafsir Juz ‘Amma: 13).

Makna Kata Basmalah:

  • Huruf Ba’ (ب): Bermakna meminta pertolongan (isti’anah).
  • Ism (اسم): Asal katanya sumuw (سمو) yang berarti ketinggian; ketika disebut sebuah nama, maka ia terangkat dalam benak.
  • Allah (الله): Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah adalah Zat yang memiliki hak diibadahi dan diagungkan oleh seluruh makhluk.”

Maka makna “Bismillah” adalah: “Dengan bertawasul kepada seluruh nama-nama Allah yang mulia, aku memohon pertolongan-Nya dalam seluruh urusanku.”

1. Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah Rabb pemilik seluruh alam semesta.”

  • (ال) : Bermakna istighraq, mencakup semua bentuk pujian.
  • (حمد) : Pujian karena kesempurnaan Zat, sehingga hanya pantas bagi Allah.

Perbedaan “Hamd” dan “Syukur”:

  • Syukur: Pujian karena kebaikan yang diberikan — dengan hati, lisan, dan anggota badan.
  • Hamd: Pujian dengan lisan saja.

Maka pada ayat ini dikatakan Lillah —khusus untuk Allah— karena Dialah Yang memiliki kesempurnaan hakiki dari semua sisi dan dalam segala hal takdir serta keputusan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

“Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurnalah segala kebaikan.”

Dan beliau juga bersabda:

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.” (HR. Ibnu Majah no. 3803).

  • (رب) : Yang menciptakan, memiliki, dan mengatur.
  • (العالمين) : Seluruh makhluk selain Allah; malaikat, jin, manusia, dan semua yang diciptakan.

Mereka semua diciptakan, dimiliki, diberi rezeki, dan diatur oleh Allah. Dengan merenungkan makna ayat ini, akan tumbuh rasa cinta kita kepada Allah karena kita memiliki tabiat cinta kepada yang berjasa dan berbuat baik kepada kita. Rasa cinta merupakan faktor utama yang mendorong untuk menjalankan ibadah.

2. Ar-Rahman Ar-Rahim

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Dua nama ini berasal dari kata rahmat, tetapi dengan cakupan berbeda.

  • (الرحمن) : Zat yang memiliki rahmat luas, mencakup seluruh makhluk.
  • (الرحيم) : Rahmat-Nya khusus bagi orang beriman, sebagaimana firman Allah:

وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

“Dan adalah Dia Zat Penyayang terhadap kaum mukminin.” (QS. Al-Ahzab: 43)

Ahlus Sunnah wal-Jamaah menetapkan sifat Rahmat bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana Allah tetapkan, Rahmat yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah.

3. Maliki Yaumiddin

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Yang memiliki hari pembalasan.”

Imam ‘Ashim dan Al-Kisa’i dari para Qurra’ Sab’ah membaca Mālik (مالك) dengan mad (panjang), sedangkan para imam yang lain membaca Malik (ملك) dengan mim pendek.

  • (مَالِكٌ) : Yang Memiliki.
  • (مَلِكٌ) : Raja.

Ketika digabungkan, kedua bacaan yang mutawatir ini memberikan makna bahwa Allah adalah Raja Yang Memiliki, karena tidak semua pemilik adalah raja, dan tidak semua raja memiliki.

  • (يوم) : Hari. Dibaca kasrah (majrur) karena mudhaf ilaih.
  • (الدين) : Pada ayat ini maknanya adalah pembalasan. Terkadang Ad-Din bermakna amalan, seperti ayat "Lakum diinukum wa liya diin" (QS. Al-Kafirun: 6).

Maka Allah-lah yang menguasai hari tersebut, hari yang padanya semua makhluk akan diberi balasan atas apa yang telah mereka lakukan.

Pertanyaan: Kenapa dikatakan bahwa Allah yang memiliki hari kiamat? Bukankah dunia dan akhirat milik Allah?
Jawab: Benar, akan tetapi nampak dengan sangat jelas kekuasaan Allah pada hari itu. Allah menegaskan pada Surah Ghafir ayat 16:

لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ؟ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ (16)

“Milik siapakah kekuasaan pada hari ini? Milik Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Ghafir: 16).

Merenungkan ayat ini menumbuhkan rasa takut (khauf) sehingga mendorong kita untuk bertaubat dan memperbanyak amal saleh.

4. Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan.”

Kata (إِيَّاكَ) adalah dhamir nashb munfashil yang didahulukan untuk menunjukkan makna pengkhususan (al-hashr): "Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, ya Allah."

Makna Ibadah

Ibadah pada asalnya bermakna menghinakan diri. Makanya seorang mukmin rela meletakkan anggota badannya yang dimuliakan di pijakan kakinya dalam rangka beribadah kepada Allah, yaitu saat sujud.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Ibadah adalah istilah universal yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatan, lahir maupun batin.” (Majmu’ Fatawa 10/149).

Makna Wa Iyyaka Nasta’in

Maknanya "Kami tidak meminta pertolongan kecuali kepada Engkau." Dalam beberapa ayat, Allah kumpulkan antara ibadah dan isti'anah (permintaan tolong), karena ibadah tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengan pertolongan Allah.

Sinkronisasi Dalil

Bagaimana menyinkronkan ayat ini dengan perintah Allah pada ayat 2 Surah Al-Ma'idah: “Wa ta'aawanu 'alal birri wat taqwa” (Dan saling tolong-menolonglah kalian di atas ketakwaan)?

Maka perlu diketahui bahwa isti'anah itu ada dua makna:

  1. Isti'anah dalam arti pasrah/tawakal: Berarti Anda bertumpu kepada Allah dan berlepas diri dari kekuatan diri sendiri. Maka ini khusus diperuntukkan bagi Allah.
  2. Isti'anah dalam arti saling membantu: Membantu apa yang Anda lakukan secara fisik/sebab-akibat. Maka ini boleh ditujukan kepada selain Allah dengan syarat:
    • Masih hidup.
    • Mampu.
    • Perkara tersebut wajar dalam kebiasaan manusia.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ

“Engkau membantu seseorang menaiki kendaraannya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah bagimu.” (HR. Bukhari no. 2891 dan Muslim no. 1009).


Penutup: Refleksi Tadabbur

Surah Al-Fatihah bukan sekadar bacaan wajib dalam salat, tetapi kunci kehidupan bagi seorang muslim. Dalam tujuh ayat yang ringkas namun padat makna ini, Allah mengajarkan tentang tauhid rububiyah, uluhiyah, tauhid asma’ wa shifat, cinta, takut, harap, ibadah, tawakal, serta perjalanan seorang hamba menuju Rabb-nya.

Setiap kali kita melafazkan “Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn”, sejatinya kita sedang memperbarui janji hidup: Hanya kepada Allah kita bersandar, hanya kepada Allah kita menyerahkan seluruh pergumulan hidup.

Semoga tadabbur ini menambah kekhusyukan salat, menghidupkan hati, dan mendorong kita untuk semakin dekat dengan Rabb Yang Maha Penyayang.


📚 Referensi:

  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari.
  • Al-Qur’an al-Karim, Mushaf Utsmani.
  • Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Shalih. (2002). Tafsir Juz ‘Amma. Riyadh: Daruts Tsuroyya.
  • Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqi.
  • Ibn Taimiyah, Ahmad. Majmu’ al-Fatawa. Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd.
  • Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.

Penulis:

Jauhari, Lc.
(Alumni Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Ketua Yayasan Al Madinah Surakarta.)

Download PDF